Dewasa ini, banyak sekali keluarga yang mati-matian dalam mempersiapkan masa depan duniawi. Misalnya, mempersiapkan rumah dan kendaraan pribadi, sekalipun belum punya anak. Apalagi bagi yang sudah punya anak, mereka akan mengerahkan semua pikiran, tenaga, dan materi untuk memenuhi kebutuhan anaknya. Namun, berapa banyak kemudian orang yang mempersiapkan masa depan anaknya agar kelak selamat di akhirat?
Bagi sebagian keluarga yang peduli terhadap masa depan akhirat anaknya, mereka mempercayakan sepenuhnya pendidikan anaknya ke pesantren/sekolah berbasis Islam. Padahal, sebagai madrasah pertama bagi anak, sudah seharusnya anak mendapatkan pendidikan "ala pesantren" sejak dari rumah.
Informasi Buku
Judul: Rumahku Rasa Pesantren
Penulis: Melati Hutagaol
Penerbit: Elex Media Komputindo
Tahun terbit: 2019
Jumlah halaman: 111
Blurb
Buku ini ditulis oleh seorang ibu rumah tangga, sebagai pengingat akan pentingnya mempersiapkan masa depan anak, khususnya masa depan ukhrowi.
Buku ini mencoba memberi alternatif bagaimana orangtua dalam upaya menjadikan rumah sebagai pesantren bagi anak-anaknya.
Ada 13 sub judul di buku ini yang kesemuanya saling berkaitan dan seperti sebuah tahapan, sehingga bisa dijadikan sebagai panduan orang tua yang ingin menerapkan isi buku ini di rumahnya.
Menurut saya, buku ini sangat cocok dibaca oleh keluarga muda yang sedang menyiapkan pendidikan untuk anaknya. Selain itu, bisa juga sebagai bekal bagi mereka yang sedang merencanakan untuk membangun sebuah keluarga.
Keistimewaan buku ini adalah tips yang diberikan oleh penulis berdasarkan pengalaman yang sudah dilakukan di keluarganya. Misalnya tentang bagaimana cara mengajarkan anak agar cinta beribadah. Penulis menjelaskan secara detail langkah-langkah yang sudah pernah ia lakukan kepada anak-anaknya.
Selain itu, penulis juga merinci bagaimana mengajarkan ibadah kepada anak secara spesifik, mulai dari mengajarkan sholat 5 waktu, sholat dhuha, sholat tahajjud, puasa, dll.
Secara tampilan, buku ini juga enak dipandang mata. Font-nya mudah dibaca, dan terdapat sentuhan warna hijau di setiap lembarannya.
Kekurangan buku ini, menurut subyektivitas saya, adalah pada penggunaan PUEBI. Sebagai orang yang sedang belajar taat pada PUEBI, saya cukup terganggu dengan beberapa kalimat. Misalnya terkait penggunaan tanda baca (koma dan titik), kata yang digunakan di awal kalimat, keutuhan kalimat, dll. Tetapi bagi yang tidak mempermasalah hal itu, saya rasa buku ini sangat bisa untuk dinikmati.
Kekurangan kedua, masih menurut saya, buku ini tidak memuat sumber yang digunakan sebagai referensi. Meskipun sebagian besar isinya adalah pengalaman pribadi, ada beberapa hal yang seharusnya bisa dikuatkan dengan sebuah referensi. Misalnya terkait tahapan dalam mendidik anak, yang dimulai dari penanaman akidah, mengajarkan ibadah, lalu pembentukan akhlak.
Secara umum, buku ini sangat layak untuk dibaca. Setidaknya bisa menjadi alternatif yang bisa dilakukan dalam menerapkan pendidikan berbasis Islam di lingkungan keluarga. Dengan demikian, rumah bukan sekadar tempat berkumpul keluarga, tetapi juga sebagai madrasah pertama dan utama.
Tanya Jawab
Adakah metode parenting yang digunakan di buku ini kak?
Jawab: Secara spesifik sih tidak disebutkan/tidak nampak.
Tapi kalau saya simpulkan, dia menggunakan konsep "Knowing-Loving-Acting".
Dalam mengajarkan ibadah kepada anak misalnya, ia berusaha menjelaskan kepada anak kenapa harus melakukan ibadah (knowing), lalu sebisa mungkin dalam pelaksanaannya anak suka/bahagia, bukan terpaksa (loving). Selanjutnya baru menumbuhkan konsistensi (acting).
Suka ngerating buku yang dibaca nggak? Berapa ratung buku ini? Dan seberapa mungkin hal-hal di buku ini diterapkn dalam kehidupan sehari-hari?
Jawab: seberapa mungkin diterapkan dalam keluarga, sangat mungkin (di atas 80%). Lanhkah2nya dijelaskan cukup detail dan mudah utk dilaksanakan.
Kontributor: @andiyahmad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar