Rabu, 01 September 2021

Review Buku Menjadi Lelaki Luqmanul Hakim



Cerita di buku ini diawali dengan kilas balik kasus yang cukup menggegerkan di tahun 2006, yaitu kasus seorang ibu yang membunuh tiga anak kandungnya. Penyebab utama mengapa ibu tersebut tega melakukan hal itu adalah karena ia merasa tidak sanggup mendidik anaknya sendirian. Lalu dia beranggapan, daripada kelak anaknya menjadi anak yang durhaka, lebih baik ia bunuh saja ketika anak-anaknya belum aqil baligh. Dengan begitu, anak2nya akan masuk surga. Sementara biarlah sang ibu saja yang masuk neraka.

Sedih sekali mengingat kisah itu 😔

Lalu muncul pertanyaan, mengapa ia merasa mendidik anaknya sendirian? Bukankah di rumah ia memiliki suami, ayah dari anak-anaknya? Atau mendidik anak itu tanggung jawab ibu saja?


Kisah tersebut adalah salah satu dari sekian banyak kasus yg menjadi alasan mengapa buku ini ditulis. Banyak sekali masalah yang terjadi akibat lepasnya keterlibatan ayah dari mendidik anak. Keterlibatan yang dimaksud bukan hanya soal memberikan nafkah, tetapi hadir secara utuh jiwa dan raganya.

Buku Menjadi Lelaki Luqmanul Hakim ini terdiri dari 11 bab, yang terbagi menjadi 2 jilid buku. Buku ini ditulis oleh seorang ustadz yang spesialisasinya di bidang psikologi dan pengembangan SDM. Beliau menjadi pengasuh dari majelis2 keayahan di berbagai kota di Indonesia dan merupakan rekan seperjuangan dari Alm. Ust Harry Santoso, Bunda Elly Risman, Ayah Irwan, dll.


Spesifikasi Buku

  • Judul: Menjadi Lelaki Luqmanul Hakim Jilid 1 : Panduan para ayah dan calon ayah untuk mendidik keluarga
  • Penulis: Ustadz Adriano Rusfi, S.Psi
  • Halaman: 223 halaman
  • Buku 2: 218 halaman
  • Ukuran A5 (14,8 x 21 cm)
  • Cover: Laminasi doff + spot UV
  • Isi buku: Book paper 72,5 gram
  • Berat total: 700 gram



Kali ini saya akan bahas buku jilid 1 saja. Buku jilid pertama ini terdiri dari 5 Bab:

1️⃣ Ayah perancang visi, misi, dan strategi pendidikan keluarga.

2️⃣ Ayah penanggung jawab pendidikan keluarga.

3️⃣ Ayah konsultan Bunda.

4️⃣ Ayah sang raja tega.

5️⃣ Ayah pendidik aqidah dan keimanan

Pada bab pertama, penulis ingin menyampaikan pentingnya pendidikan dalam keluarga. Pendidikan yang dimaksud bukan sekadar menyekolahkan anak, tetapi bagaimana membentuk generasi yang membangun peradaban. 

Hal itu tidak akan pernah tercapai jika dalam sebuah keluarga tidak memiliki visi dan misi. Siapa yang bertanggung jawab merancang visi misi tersebut? Jawabannya adalah Ayah. Bunda perannya adalah membantu Ayah. 

Ibarat dalam sebuah sekolah, Ayah adalah kepala sekolah, sementara bunda adalah guru. Kemana masa depan sekolah akan dibawa tergantung kepala sekolahnya. 

Di bagian ini, penulis memaparkan mengenai alasan kuat mengapa visi misi pendidikan keluarga harus ada, dan bagaimana strategi merancang visi misi tersebut.

Pada bab kedua, Ayah penanggung jawab pendidikan keluarga, penulis menjelaskan lebih detail apa saja tanggung jawab yang perlu dilakukan sebagai seorang ayah dalam mengorganisasi keluarga sebagai institusi pendidikan. 

Dalam keluarga, peran bunda adalah eksekutor dari rencana pendidikan yang sudah dibuat bersama (bukan berarti ayah tidak terlibat dalam pelaksanaan). Berhasil atau tidak, ayah yang harus bertanggung jawab. 

Tanggung jawab bunda di rumah memang berat, tapi tanggung jawab ayat di akhirat jauh lebih berat. Di akhirat kelak, yang akan ditanya pertama tentang pendidikan keluarga adalah ayah, bukan bunda.

Bab Tiga: Ayah Konsultan Bunda

Mengapa mendidik anak memerlukan konsultan? 

🔹mengasuh anak itu meletihkan

🔹mengasuh anak itu menghabiskan waktu

🔹rutinitas itu menumpulkan nalar

🔹pendidikan itu butuh penyegaran

🔹pendidikan itu butuh scond opinion, dst. 

Bayangkan apa jadinya jika mengasuh dan mendidik anak hanya dilakukan oleh bunda saja. Maka ayah harus bisa mendampingi bunda, salah satunya sebagai teman bertukar pikiran, sebagai teman yang bisa memberikan masukan. 

Pada bab ini, penulis menjelaskan dengan rinci bagaimana seorang ayah harus mendampingi bunda dalam menjalankan proses pendidikan di keluarga.

Bab Empat: Ayah Sang Raja Tega

Untuk membentuk generasi yang kuat, maka dibutuhkan 'ketegaan' dari orang tua. Tega yang dimaksud adalah: Jangan sampai belas kasihan kepada anak mengurungkan niat kita untuk menegakkan hukum Allah. 

Sebagian anak yang kurang taat kepada Allah dan orang tua, berawal dari orang tua yang tidak tega. Di sinilah peran seorang ayah untuk membentuk karakter anak dengan ketegasannya, sementara peran bunda adalah mengimbanginya.

Pada bab ini, dijelaskan apa saja cara dan strategi yang bisa dilakukan seorang ayah dalam membentuk generasi yang kuat.

Bab Lima: Ayah Pendidik Aqidah dan Keimanan

Pada bagian ini, penulis menyajikan alasan mengapa aqidah dan keimanan itu harus ayah yang lebih banyak mengajarkan. 

Sebagai contoh: 

Beriman adalah berani berkata tidak; berkata tidak pada hal-hal yang melanggar syariat agama, meskipun godaannya besar. Agar anak mampu berkata tidak, ia perlu belajar ego dan individualitas (bukan individualis). Fitrah ayah adalah memiliki ego dan individualitas lebih kuat ketimbang bunda. 

Pada bab ini belum terlalu banyak informasi yang saya berikan, karena saya belum selesai baca 🙏

Penilaian Terhadap Buku

Secara konten, buku ini sangat berdaging. Hanya saja bahasanya cukup berat, sehingga perlu kefokusan dan pendalaman dalam membacanya.

Pembahasan dikuatkan dengan teori, baik dalil agama maupun teori pendidikan dan pengasuhan modern. Tetapi rujukan yang paling banyak dipakai adalah pendidikan Islam, misalnya pendidikan keluarga Luqmanul Hakim, pendidikan keluarga Nabi Ibrahim, dan lain-lain. Selain itu juga dikuatkan dengan pengalaman dari keluarga penulis sendiri ataupun klien penulis. 

Tampilan bukunya sih standard, seperti buku-buku pada umumnya. Tidak ada gambar ataupun ilustrasi, tidak ada warna-warni.

Menurut saya, buku ini sangat recommended dibaca oleh para ayah, khususnya ayah muda.

Tanya Jawab

Kalau yang dirasa kurang dr buku ini apa kak?

Bahasanya berat 😄 Bagi bapak-bapak yang sebelumnya kurang suka baca buku, bisa jadi kurang tertarik. Kecuali jika memang punya niat belajar yang kuat.

Buku ini beneran segmentasi bapak-bapak/calon bapak? Kalau dibaca buibu gimana kak? 

Kayaknya kurang ngena sih. Kecuali ibu-ibu tersebut punya power untuk mentransfer isi bukunya ke suami. Atau setidaknya dibaca bareng.

Berikut ini sekilas isi buku yang sangat ngena, menurut saya pribadi.




Satu hal yang sangat menampar juga dari salah satu bagian di buku ini adalah: bahwa yang seharusnya rajin belajar parenting itu adalah ayah, kemudian ayah mengajarkannya kepada bunda di rumah. Tapi hari ini yang terjadi adalah sebaliknya. 

Dengan membaca buku ini, cara pandang ayah dalam pendidikan keluarga insyaAllah akan berubah.


Kontributor: @andiyahmad

Editor: @visyabiru_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Festival Buku Berjalan: Perayaan 4 Tahun Buku Berjalan dengan Lestarikan Bumi Lewat Literasi dan Aksi

Ada yang spesial di perayaan 4 tahun Buku Berjalan kali ini. Yes … karena Forum Buku Berjalan sebagai komunitas literasi, juga turut serta ...