Kamis, 23 Juni 2022

Buku dan Media Sosial, Teman atau Lawan?


 


“Banyak orang menggunakan media sosial untuk berbagi hal-hal biasa atau untuk mengagungkan diri sendiri. Saya mencoba menggunakannya untuk berbagi hal-hal menarik dengan orang-orang.” - Asthon Kutcher

 

Buku dan Media Sosial Pada Tahun 2000-an

Sebagai penggemar buku, terus terang saya merasa media sosial cukup menyita banyak waktu. Saya masih ingat pada tahun 2000- an, kala media sosial belum seramai sekarang, saya menghabiskan lebih banyak waktu untuk membaca buku atau mendengarkan radio.

Kala itu, buku dan radio menjadi hiburan favorit. Masih banyak taman bacaan dengan harga terjangkau, hanya 500 rupiah sudah bisa meminjam 1 buku. Buku dengan berbagai genre dengan mudah disewa.



 

Begitu pula dengan perpustakaan. Anak-anak, pelajar, mahasiswa, bahkan masyarakat umum beramai-ramai pergi ke perpustakaan untuk mencari informasi. Zaman dulu, mencari informasi di internet tidak semudah sekarang. Kevalidan dan keilmiahannya juga belum selengkap sekarang.

Pada tahun 2000-an, toko-toko buku sangat ramai. Buku adalah jendela ilmu sekaligus hiburan yang bisa didapatkan dengan harga murah (dibanding traveling misalnya).

Kadang, saya menghabiskan waktu berjam-jam di toko buku. Ngapain? Tentu saja membaca buku yang sudah dibuka segelnya. Sungguh, kenangan yang menyenangkan.

Bagaimana dengan televisi? Saat itu, acara-acara di televisi sebenarnya cukup menarik. Biasanya saya menonton film Bollywood, serial Hollywood seperti Friends, The X-Files, Charmed, acara kuis dari negeri sendiri, dan tentu saja serial anak seperti Doraemon.

Selain televisi, radio masih sangat populer. Bukan hanya untuk mendengarkan musik, tapi juga untuk berkirim salam dan mengikuti kuis.

Sebagai informasi, media sosial justru kebalikannya. Saat itu seingat saya hanya ada Friendster. Untuk internet sendiri, saya lebih sering menggunakan Yahoo, kemudian Google. Teman-teman saya yang lain, sudah mulai menulis dan berjejaring di Multiply.

Sebagai informasi, Yahoo diciptakan oleh David Filo dan Jerry Yang, mahasiswa Stanford University pada tahun 1994. Saat itu, Yahoo lebih merupakan direktori online terhadap situsweb yang ada di dunia maya. Untuk menemukan situsweb yang tepat, pengguna Yahoo harus memilah sendiri sehingga butuh waktu yang tak sebentar.

Sedangkan Google, secara resmi lahir pada 4 September 1998. Pada April 2004, Google meliris Gmail, layanan surat elektronik. Lalu pada bulan Februari 2005, diluncurkanlah Google Maps. Kemudian Youtube dibeli senilai 1,6 miliar dolar (pada November 2006), serta Chrome dan Android (pada September 2008).

Facebook sendiri baru diluncurkan pada 4 Februari 2004 oleh Mark Zuckerberg. Pada tahun 2019-an, Facebook tercatat sebagai media sosial paling populer di dunia. Kurang lebih 2,4 miliar pengguna mengakses Facebook setiap bulannya.

 

Buku dan Media Sosial Sekarang



Bagaimana dengan sekarang? Setahu saya, media sosial paling banyak digunakan adalah Whatsapp. Diikuti oleh Tiktok, Youtube, Instagram, baru Facebook. Tentu saja saya memiliki semua media sosial tersebut. Kebayang, kan, waktu saya banyak dihabiskan untuk apa?

Untuk Instagram saja, smartphone saya mencatat, saya menghabiskan waktu 50 menit- 1 jam sehari. Belum lagi penggunaan Whatsapp yang nyaris tanpa jeda. Banyaknya Whatsapp grup jelas mempengaruhi aktivitas saya untuk selalu update percakapan di grup tersebut.

Belum lagi Whatsapp status yang diunggah sangat sering oleh penggunanya. Ibaratnya nih, semua kontak di smartphone saya juga menggunakan Whatsapp di nomor yang sama.

Dulu, saya bisa membaca buku tanpa jeda. Satu buku selesai dalam sehari. Sekarang, saya jarang bisa menyelesaikan sebuah buku dalam sehari. Alasan utamanya adalah terdistraksi oleh media sosial. Mulai dari scrolling Instagram dan Tiktok, sampai menggunggah status di Whatsapp.

Bahkan ketika menulis artikel ini, saya beberapa kali membuka Whatsapp dan Instagram. Kalau mau benar-benar fokus menulis, sepertinya saya harus mematikan smartphone dan wifi di laptop saya.

 

Buku dan Media Sosial, Kawan atau Lawan?




Yang saya alami senada dengan yang disampaikan oleh Kak @abcdrmaa. Ia mengatakan bahwa jika sudah scroll media sosial, jadi malas baca buku.

 


Tapi berdasarkan survei yang dilakukan oleh @bukuberjalan.id, sebanyak 86% orang justru menganggap buku dan media sosial sebagai teman. Sisanya, 14% menganggapnya sebagai lawan.

 


Pengisi survei yang mengatakan bahwa buku dan media sosial adalah teman, berpikir bahwa dari media sosial, kita menjadi tahu informasi apapun yang diberikan oleh orang-orang (@nurmaliaika_). Sama halnya dengan @tika_nia, ia menuliskan bahwa media sosial adalah teman berbagi ulasan buku untuk para bookstagramer.

 


Bagaimana menurut teman-teman? 

Seperti kata Aston Kutcher pada awal tulisan ini, media sosial sebaiknya digunakan untuk berbagi hal-hal yang menarik. Salah satunya adalah mengulas buku. Terus terang, saya pernah membeli buku karena membaca ulasan blogger buku. Pernah juga saya tertarik pada sebuah buku setelah menonton seorang tiktoker pengulas buku.

Beberapa penulis yang saya ikuti di Instagram dan Tiktok, justru memanfaatkan media sosialnya untuk mempromosikan buku terbarunya. Bukan hanya buku baru, terkadang mereka juga merepost ulasan buku lama dari para pembaca.

Dengan demikian, para pembaca bisa mengetahui apabila penulis favoritnya sedang menyelesaikan sebuah buku. Terlebih ketika buku baru diluncurkan, semakin ramailah media sosial membahas buku tersebut.

Tentu saja hal ini menjadi keuntungan tersendiri. Untung bagi penulis dan penerbit, karena promosi murah meriah hanya dari media sosial. Boleh dibilang promosi gratis bila bookstragramer atau tiktoker mengulas buku mereka secara sukarela.

Untung pula bagi pengguna media sosial, karena mendapatkan insight dari ulasan-ulasan yang ada. Mereka bisa memilih dengan pertimbangan lebih dari sebelumnya. Bukan hanya dari blurb buku, atau iklan dari penerbit saja. Tapi juga dari pembahasan oleh pengguna media sosial lainnya.

Jadi menurut saya, media sosial bisa menjadi teman asal dimanfaatkan dengan baik. Media sosial juga bermanfaat bila digunakan dengan bijak. Bijak dari segi waktu, maupun bijak dari segi konten yang diunggah.

Bagaimana menurut teman-teman?


Kontributor: Dian Farida Ismyama

Editor: Visya 


 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar