Kamis, 18 Juli 2024

Bahas Pembebasan Perempuan Lewat Sesi Bicara Buku

Sobat Buku, pernah terpikir kalau sejarah suatu bangsa sesungguhnya banyak dikuasai oleh kaum penguasa? Apa yang terjadi, ada kalanya dibelokkan dan diubah sedemikian rupa sesuai kebutuhan dari suatu kaum. Bila kamu membaca buku Pembebasan Perempuan karya Deirdre Hogan dan Sara M. Evans ini, bisa jadi pemahaman demikian akan segera merasuk dalam pemikiranmu.

Menurut Kak Sikna Aurel R. selaku pengulas buku bersampul dominasi merah dan putih ini kepada Kak Rahmah yang kembali bertindak sebagai moderator seperti sesi bicara buku beberapa waktu lalu, buku nonfiksi yang diterjemahkan oleh Snatch.Klktv ini termasuk buku yang cukup tipis namun isinya sungguh tebal padat berisi.

Hmm … kan MinBuk juga jadi penasaran, Sobat Buku. Memangnya apa saja sih insight yang bisa diintip dari sesi Bicara Buku yang diadakan pada Whatsapp Group Forum Buku Berjalan pada minggu lalu? Yuk lah, duduk manis dan mari kita kepoin.

pembebasan perempuan dari buku deirdre hogan

Profil Buku Pembebasan Perempuan

Judul                     : Pembebasan Perempuan (Feminisme, Revolusi Kelas, dan Anarkisme)

Penulis                  : Deirdre Hogan, Sara M. Evans

Penerbit               : Pustaka Osiris

Rilis                        : Agustus 2020

Tebal                      : 59 halaman

Blurb Pembebasan Perempuan Karya Deirdre Hogan

Sebagai ekspresi dari Kiri Baru, pembebasan perempuan diilhami oleh model-model revolusi anti-kolonial dan oleh Black Power, model-model yang sering memiliki makna berbeda untuk perempuan kulit putih dan perempuan kulit hitam.

Tetapi seberapa realistiskah akhir penindasan perempuan di bawah kapitalisme? Ada banyak cara di mana perempuan ditekan sebagai jenis kelamin dalam masyarakat saat ini –secara ekonomi, ideologis, fisik, dan sebagainya—dan kemungkinan bahwa melanjutkan perjuangan feminis akan mengarah pada perbaikan lebih lanjut dalam kondisi perempuan.

Ulasan Buku yang Angkat Feminisme, Revolusi Kelas, dan Anarkisme

Malam itu, selepas membuka sesi diskusi tentang buku yang Kak Sikna bawa untuk dikisahkan tentang pengalamannya membaca, Kak Rahmah lekas menjabarkan kalau buku nonfiksi ini hadir dengan kata kunci feminisme, revolusi, dan anarkisme. Serta-merta, Kak Rahmah pun mengungkapkan kalau ia sangat ingin fokus membahas buku tipis ini di sisi sudut pandang ‘feminisme’.

Di sisi lain, Kak Sikna pun menyampaikan kalau buku yang ia baca kali ini memanglah tipis. Namun, isinya yang cukup berat, mengajaknya membaca setiap kalimat, paling nggak ya sebanyak dua kali.

Nah kan, MinBuk merasa beruntung nih bisa menyimak langsung sesi bicara buku yang cukup ‘daging’ kali ini. Ehe … tenang, MinBuk nggak pilih kasih kok. Sesi Bicara Buku FBB banyak juga yang insight-nya mengajak sesama pembaca jadi ikutan belajar lagi, semisal buku Jakarta : A Dining History.

Kemudian nih Sobat Buku, apa saja sih yang bisa dikulik dari buku Pembebasan Perempuan karya Deirdre Hogan yang Kak Sikna bawa? Jadi ….

bicara buku pembebasan perempuan

Menurut buku ini, pembebasan perempuan merujuk pada aktivitas yang dilakukan oleh orang-orang Chicago yang pada awalnya memperjuangkan hak wanita. Nah, kebanyakan mereka adalah kaum berkulit putih dan strata sosialnya menengah ke atas.

Pembebasan perempuan itu maksudnya apa? Mereka para aktivis ini memperjuangkan hak kerja wanita, hak pilih, dinamika kekuasaan, ideologi gender, dan yang paling sering dibahas adalah perempuan kulit hitam.

Seperti yang umum diketahui ya, bahwa di Amerika sana orang dengan kulit hitam utamanya perempuan, sangat sering didiskriminasi. Inilah salah satu alasan utama yang menggerakkan para aktivis tersebut.

Sebenarnya konotasi pembebasan perempuan ini dinilai positif, pada awalnya nih, Sobat Buku. Namun, ketika ada istilah feminism, mulailah bermunculan stigma negative. Nah lho, kamu baru tahu? MinBuk juga.

Saat istilah feminisme dipakai, kebanyakan pakar lebih mengembangkan teoritis ketimbang aktivitas gerakan sehingga saat ini gerakan perempuan tidak terlalu dilirik. Terlebih biasanya kaum LGBT (lesbian utamanya) menggunakan forum ini untuk menyuarakan semangat toleransi terhadap mereka.

Ini nih si biang rusuh yang sukses memperparah stigma masyarakat tentang feminisme yang terlalu liberal dan radikal. Ya kelihatan juga sih jejak-jejak jahil si kaum pelangi hingga hari ini.

Kemudian muncul juga bahwa gerakan perempuan biasanya diisi dengan kegalakan, membenci pria, jelek, dan anti seks atau over seks (lesbian). Pernah kamu mendapati fenomena begini baik di media sosial maupun komunitas lainnya, Sobat Buku?

Nah menurut penulis buku, inilah yang seharusnya diluruskan dengan sejarah tentang feminisme.  Supaya tidak ada lagi permasalahan gender dalam segala sektor pun segala rupanya yang dilabeli stigma negatif. Feminisme itu menekankan pada "peran" dimana seharusnya semua aspek kehidupan tidak terpengaruh oleh sex.

Kembali menurut Kak Sikna, buku berjudul Pembebasan Perempuan ini patut untuk dibahas sebab pada pengantar ini fokus pada permasalahan di Indonesia. Disebutkan bahwa perlawanan yang terus tumbuh hari ini adalah hasil dari kehidupan sistem pemerintahan yang jauh dari kata adiluhung bagi kehidupan rakyat terutama kelas miskin.

Tuh kan … senada dengan apa yang MinBuk senggol di awal cerita soal Bicara Buku Pembebasan Perempuan ini. Pas sekali jika selepas membaca hasil reportase MinBuk, kamu ikut tertarik untuk melahap buku ini. 

Apalagi nih ya, Sobat Buku, yang paling kentara hasilnya dari sistem pemerintahan ini adalah pendidikan. Adakah kamu jadi sepemikiran juga?

Begini. Apakah kita sadar bahwa kita dijajah secara individu oleh sistem melalui doktrin pembelajaran di sekolah yang sudah ditetapkan oleh penguasa? Poin yang secara nyata mengesampingkan sudut pandang lain?

Pengetahuan yang semestinya bebas, kini dikekang dan sistem tersebut masih berlaku di Indonesia. Kak Sikna melalui buku ini, jadi merenungkan kembali mata pelajaran Kewarganegaraan dan Sejarah yang ada di bangku sekolah. Ternyata benar, bisa jadi kita semua sesungguhnya tengah dijajah oleh tanah air alias negara kita sendiri.

Tapi memang apa tujuan penguasa membentuk sistem ini? Jawabannya adalah untuk hegemoni. Ya, apalagi? Satu kata kunci yang sangat jelas dan tak perlu lagi diperdebatkan kebenarannya.

Sistem yang dimaksud di sini, bukan sekadar pemimpin sekarang atau pemimpin sejak masa kemerdekaan saja, melainkan juga hasil dari adanya pendudukan Eropa di Indonesia. Dan ya, mereka itu menganut sistem kapitalis dan secara lembut kapitalis itu memang terjadi di Indonesia

Jadi, memang, menyalahkan salah satu pihak itu nggak tepat tapi nyatanya penguasa negara juga suka dan nggak meluruskan hal ini sehingga … apalah daya kita rakyat biasa. Selain bersuara yang entah juga didengar atau mereka asik tutup telinga.

Berat ya bahasan bicara buku kali ini yang mengupas tentang buku tipis berjudul Pembebasan Perempuan karya Deirdre Hogan dan Sara M. Evans. MinBuk harap, kita semua selalu para pembaca buku, makin kritis di setiap waktu.

Sampai jumpa dengan MinBuk di sesi Bicara Buku selanjut ya, Sobat Buku. Salam.

 

Kontributor         : Akarui Cha

Supervisor           : Yuyun Maulidah, Visya Albiruni

Tidak ada komentar:

Posting Komentar