Sabtu, 13 Juli 2024

Bicara Buku: Tutur Dedes, Doa dan Kutukan karya Amalia Yunus

 


Tutur Dedes, Doa dan Kutukan karya Amalia Yunus


Pernahkah Sobat Buku membaca sebuah buku cerita bertemakan sejarah kerajaan? Kali ini, Forum Buku Berjalan mengambil tema historical fiction menjadi topik Bicara Buku bareng kak Wiwin. Berdasarkan penuturan narasumber, novel ini sempat menjadi pro-kontra antara para sejarawan.  Kira-kira kenapa ya? Yuk, langsung kita simak bersama!




Identitas Buku 

Judul buku : Tutur Dedes, Doa dan Kutukan 
Penulis : Amalia Yunus 
Tebal : 358 hal 
Tahun terbit : 2022 
Penerbit: Penerbit baNANA

Sinopsis  

Mengisahkan sejarah melegenda di masa kejayaan kerajaan Kadiri. Buku ini mengangkat cerita Ken Angrok – Ken Dedes – Tunggul Ametung dari sudut pandang berbeda. Jika selama ini kita beranggapan Ken Angrok membunuh Tunggul Ametung untuk merebut kekuasaan serta mengambil selir cantiknya, Dedes untuk dijadikan permaisuri, maka setelah membaca buku ini kita akan memiliki gambaran yang berbeda.

Menggunakan sudut pandang Dedes sebagai tokoh utama, kita akan dibawa mengikuti perjalanan hidup sang Sri Nareswari yang menurunkan raja – raja besar Jawa sejak ia lahir hingga Moksa. Ramalan yang ia dengar sejak bayi, upayanya mempersiapkan diri serta keputusan dan tindakan yang ia ambil untuk menghindari ramalan sekaligus kutukan yang datang seiring waktu. Diculik Tunggul Ametung, dikurung dalam pakuwon dan dijadikan selir nyatanya tak membuat Dedes menyerah pasrah. Dedes bukan sekedar korban ataupun gadis lemah dan tak berdaya.

Pertemuannya dengan Ken Angrok menumbuhkan harapan dan membuka jalan takdir bagi mereka. Namun, terbunuhnya Tunggul Ametung oleh Ken Angrok membawa serta kutukan dari Keris Mpu Gandring yang menuntut 7 nyawa. Sanggupkah Dedes menghindari kutukan atau keputusannya justru menggenapi ramalan yang tertulis untuknya sejak awal.

Fakta Menarik Tentang Buku  


Penggambaran perempuan sejati 


Sosok Ken Dedes digambarkan sebagai perwujudan perempuan sejati yang menjaga dirinya, menjalankan takdirnya, namun tetap berusaha semampu yang bisa dia lakukan. Dia adalah sosok yang anggun, tidak menyalahi aturan, dan bijak dalam mengambil keputusan. Dengan kecerdasannya, dia membalas dendam tanpa menyalahi aturan bermasyarakat. 

Pola pikir patriarki yang mendominasi dalam lingkungan menempatkan perenpuan sebagai pengurus rumah tangga. Perempuan tidak perlu sekolah ataupun belajar hal lain selain rumah tangga. Tapi Dedes yang cerdas berinisiatif untuk belajar dari Mandala, serta berlatih memanah dari pendekar wanita bernama Anjani.

Belajar Sejarah Kerajaan dari Karya Fiksi


Tentu saja cerita ini adalah Historical fiction yang belum terbukti kevalidannya, namun penulis berusaha menghadirkan sosok Dedes sedekat mungkin dengan penggambaran dari Pararaton (Kitab Para Raja) dibumbui cerita rakyat, dongeng dan mitologi yang jadi akar budaya pada masa itu. 

Penulis menghadirkan tokoh-tokoh sejarah yang sudah tak asing, seperti Ken Arok (Pendiri Kerajaan Singasari) dan Ken Dedes (Istri Ken Arok). Tak hanya itu, penulis menghadirkan tokoh lainnya seperti Mpu Gendring, Tunggul Ametung, dan Ken Umang yang juga sering ditemukan dalam buku sejarah.

Buku ini juga menggambarkan kehidupan zaman kerajaan. Dalam BAB awal, kita akan melihat kutipan ramalan yang menyatakan masa depan yang akan Dedes jalani. Ramalan tersebut didengar langsung oleh Dedes saat masih kecil. Hal ini menggambarkan kehidupan masa lalu yang masih didominasi hal-hal mistis, seperti ramalan.

Kedua hal tersebut sempat menjadikan pro-kontra tentang keberadaan Ken Dedes sebenarnya. Meskipun sebagian sejarawan berpikir buku ini hanya fiksi, beberapa lainnya menganggap buku ini lebih dari sekadar fiktif belaka. Hal ini dibuktikan dengan hadirnya tokoh-tokoh kerajaan dan juga kesamaannya dengan kitab kuno Pararaton tersebut.

Tutur Dedes, Doa dan Kutukan karya Amalia Yunus


Budaya Masyarakat melalui Sastra Lisan 


Selain belajar sejarah, kita akan menemukan beberapa sastra lisan dalam buku ini, salah satunya 'Doa dan Kutukan' yang bisa ditemukan pada setiap BAB. Sobat buku juga akan menemukan kata wejangan dari Petapa misterius yang selalu muncul di tiap tahap kehidupan Dedes. Kata-katanya seperti ini

 “Apa yang terjadi memang sudah seharusnya terjadi. Hidup setiap orang memang tidak bisa dinilai dari satu-dua keputusan tertentu, tetapi harus dilihat seutuhnya.”

Nuansa Hindu Budha yang kental 


Dengan latar kerajaan masa lalu, kita akan dibawa dalam nuansa Hindu Budha yang kental, sistem kasta, kepercayaan masyarakat, ramalan, kutukan serta intrik kerajaan yang pelik dengan dendam serta konflik kepentingan.

Lelaki punya lebih dari satu wanita adalah hal yang biasa. Ada istri, ada gundik. Apalagi kalau level penguasa, selain istri pasti koleksi selir.

Penerapan Kasta sangat terasa disini, utamanya saat Tunggul Ametung terbunuh dan Ken Angrok naik menjadi Kepala Daerah baru 'Tumapel'. Angrok menikahi Dedes semata untuk menguatkan jabatannya karena ia berasal dari kasta Sudra, sedangkan Dedes dari kasta Brahmana.

Alur Kuat dan Mengalir 

Menurut narasumber, Alur yang digunakan dalam novel ini kuat dan cenderung mengalir. Hal ini membuat pembaca tidak terasa untuk menghabiskan halaman terakhir. Penulis juga berhasil menggambarkan tokoh, misalnya Dedes dengan pendirian dan tekadnya yang kuat, serta cerdas menyerap segala ilmu dari Mandala tempat sang ayah (Mpu Purwa) mengabdikan diri serta keterampilan memanah dari seorang pendekar wanita yang mengasingkan diri (Anjani).

Plotwist tak Terprediksi  

Tunggul Ametung yang mendadak jadi antagonis setelah selama ini-dalam persepsi banyak orang-adalah pihak yang dikudeta. Ternyata memang dia adalah sosok negosiator dan ahli strategi ulung, serta pemimpin yang hebat dalam menyelesaikan konflik di Tumapel. Ken Angrok pun berubah menjadi protagonis disini.

Lalu apakah yang Antagonis akan tetap menjadi antagonis, dan protagonis juga demikian? Tentu saja tidak. Karena penilaian kita tentu subjektif dan karena menggunakan sudut pandang Dedes, maka kesan diatas yang kak Wiwin rasakan.


Quotes Menarik

 “Apa yang terjadi memang sudah seharusnya terjadi. Hidup setiap orang memang tidak bisa dinilai dari satu-dua keputusan tertentu, tetapi harus dilihat seutuhnya.”

"Kita bisa saja berusaha merubah takdir, apalagi jika kita sudah tau seperti apa takdir kita akan berjalan ke depannya, namun takdir akan tetap menemukan jalannya untuk memenuhi apa yang telah dituliskan oleh penciptanya."

"Tapi tentu saja kita tidak perlu kecewa, karena jelas sang pencipta menilai kita sesuai usaha kita melakukan yang terbaik."


Kontributor: Yuyun Maulidah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menyelami Sejarah melalui Buku Karya Anak Bangsa: Dijamin Nagih!

Masih bernuansa kemerdekaan Indonesia, Forum Buku Berjalan akan mengajak Sobat Buku mengenal sejarah melalui karya-karya hebat penulis tanah...