Kamis, 21 November 2024

Bicara Buku Orang-Orang Oetimu Karya Felix K. Nesi

Orang-Orang Oetimu sendiri merupakan sebuah buku yang mengisahkan tentang kehidupan masyarakat yang tinggal di Oetimu. Sebuah daerah di pelosok Nusa Tenggara Timur (NTT) yang berlatar sekitar tahun 1990-an.

Mendapati kalau buku bersampul dominasi warna jingga (atau oranye lah ya), Minbuk lekas tergoda. Sadar betul kalau beberapa waktu ke belakang, banyak pula yang memperbincangkan buku ini.

Pas sekali. Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Kak Wiwin Aulia menemani Kak Mizuto membicarakan si novel satu ini pada suatu sesi Bicara Buku di grup Forum Buku Berjalan. Hmm ... waktunya Minbuk --- kamu juga dong ya, Sobat Buku kesayangan -- untuk lepas rasa penasaran.

orang-orang oetimu felix k. nesi

Profil Novel Orang-Orang Oetimu

Judul                  : Orang-Orang Oetimu

Penerbit            : Marjin Kiri

Tahun Terbit    : Cetakan kelima, 2022

Halaman            : viii + 220 halaman

ISBN                    : 978-979-126-089-3

Kategori             : Fiksi, Entografis Timor, Satire, Slice of life

Blurb Buku Orang-Orang Oetimu

Oetimu : suatu wilayah kecil di pelosok Nusa Tenggara Timur. Masa itu adalah paruh kedua 1990-an, dan kejadian-kejadian di wilayah Indonesia selebihnya mau tak mau berdampak kepada kehidupan sosial orang-orang di kampung yang terpencil itu. Kolonialisme Indonesia di Timor Timur kian disorot dunia internasional, sementara warisan kekerasan antara militer Indonesia dan gerilyawan Fretilin ikut enyebar ke wilayah sekitarnya, demonstrasi menentang Soeharto kian marak di kalangan mahasiswa, dan Brazil berhadap-hadapan dengan Prancis di final Piala Dunia.

Novel mengasyikkan yang menggambarkan masyarakat Timor Barat dengan segala kepelikannya, di mana gereja, negara, dan tentara berperan besar dalam kehidupan sosial. O ya, juga sopi dan seks.

Garis Besar Cerita dari Orang-Orang Oetimu

Minbuk menemukan kalau Kak Mizuto memilih untuk memperbincangkan buku karya Felix K. Nesi ini sebab sampulnya yang berwarna oranye, warna kesukaan Kak Mizuto. Aih aih ... tapi dari hasil pandangan Minbuk sih, bukunya memang sebegitu menarik untuk dikulik sih.

Kisah dibuka dengan Sersan Ipi yang menjemput Martin Kabiti dan mengundang para laki-laki di kampungnya ke kediamannya untuk menonton final Piala Dunia : Brazil vs Prancis. Di tempat itu, Sersan Ipi menjamu dengan banyak makanan dan minuman sekaligus mengumumkan dirinya akan segera menikah dengan Silvy, kembang desa yang jadi incaran serta pujaan hati laki-laki tua maupun muda. Di lain tempat, pada waktu yang bersamaan, rumah Martin Kabiti kedatangan tamu, Atino, yang bermaksud menghabisi nyawa sang pemilik rumah. 

Pada bab kedua, cerita bergulir pada peristiwa kudeta di Lisabon, Portugal, tahun 1970-an, yang berimbas secara politik dikawasan Timor Timur. Setelah kedua orang tuanya mati terbunuh atas dugaan komunis, Laura (16), gadis Portugis yang datang ke Timor Timur bersama keluarganya, harus menjalani hari demi hari dengan kekerasan seksual sampai akhirnya berhasil kabur dan bertemu dengan Am Siki dalam kondisi mengerikan dan hamil.

Membalik bab berikutnya, ada isah kehidupan Am Siki, laki-laki sebatang kara yang terus mengumpulka nira dan mengolahnya menjadi sopi (minuman keras). Dia meyakini hidupnya bakal mati dengan cara sama seperti kakek buyut, ayah, dan keluarga lainnya : jatuh dari pohon lontar. Am Siki dianggap sebagai pahlawan sebab berhasil membunuh empat prajurit Jepang dan membakar satu kamp. Padahal dia melakukan itu untuk menyelamatkan kuda betina kesayangannya yang sering digilir dan diperkosa oleh tentara Jepang.

Dan seterusnya, buku Orang-Orang Oetimu turut mengisahkan kisah asmara -- cukup dalam hati saja -- antara Romo Yosef dan Maria yang terjalin lewat peristiwa politik. Maria yang membenci militer dan gereja, dan Romo Yosef yang memutuskan pindah dan menetap di Oetimu.

Ada juga cerita seorang calon sarjana yang melakukan persetubuhan dengan lebih dari seratus mahasiswi yang semua perempuan itu tidak satu pun yang hamil. Tidak ketinggalan pula masa lalu dan alasan Atino yang dendam kesumat kepada Martin Kabiti. 

Jangan lupakan Silvy, siswa cerdas yang kelewat cerdas sampai para guru gerah, dan seterusnya. Dan seterusnya. Lalu balik lagi ke Sersan Ipi di final Piala Dunia.

Nah, kan. Kak Mizuto sampai bertanya, "Bagaimana? Kalau membaca garis besar ceritanya, terkesan njelimet dan acak-adut nggak jelas kan?". 

Minbuk tentu saja mengangguk. Ya dari tadi saja, yang diceritakan kok tokohnya banyak banget gitu lho. 

Lalu, Kak Mizuto menambahkan. "Orang-Orang Oetimu ini memang karakternya banyak ... banget."

Cerita Seru dari Buku Orang-Orang Oetimu

Kak Mizuto sendiri, sepanjang menjelaskan, mengungkapkan kalau dirinya membagi cerita di dalam novel karya Felix K. Nesi ini menjadi dua bagian. Dua kisah besar yang saling berkelindan -- yakni berpusat kepada Sersan Ipi dan Silvy; Romo Yosef dan Maria. 

Kak Mizuto menyampaikan kalau semua tokohnya berperan alias punya andil. Maknanya, bila ditanya siapa sih tokoh utama dari novel Orang-Orang Oetimu, maka jawabannya adalah semua nama yang ada dalam bukunya adalah tokoh utama karena mereka penting, saling terkait satu dengan yang lain meski dengan kisahya masing-masing.

Kak Mizuto melanjutkan, Orang-Orang Oetimu, dari judulnya saja sudah bisa menggambarkan novel ini berkisah tentang apa. Benar! Buku ini banyak bertutur mengenai keseharian pada penduduk Oetimu, satu tempat di pelosok Nusa Tenggara Timur -- meski nggak seratus persen kisahnya di sana sih, ada juga yang di Timor Timur -- dengan ragam dinamika sosialnya.

Dalam pandangan Kak Mizuto, Felix K. Nesi mampu mengelaborasi dengan apik muatan sejarah dengan unsur fiksi bahkan memparodikan -- dalam balutan ironi -- sejumlah fakta kejadian untuk menyampaikan gagasan kritisnya : lihainya Belanda mengadu-domba para suku asli, Belanda yang bersekongkol dengan tetua suku agar menjual sumber alamnya pada mereka, pemberantasan PKI salah satunya dengan menyusup dan membaur dengan mahasiswa, ketegangan partai politik jelang dekolonisasi Timor Timur, sejumlah orang etnis Tionghoa yang terpaksa mengungsi akibat kerusuhuan Mei 1998, hingga meledaknya reformasi.

Informasi yang Pembaca Dapat dari Kisah Masyarakat Oetimu

Kak Mizuto sendiri membagi bagian ini menjadi beberapa poin yang pada akhirnya membuat Minbuk -- dan semoga Sobat Buku juga ya -- jadi lebih mengerti dan merasa bahwa novel Orang-Orang Oetimu ini pantas saja kalau banyak pembaca yang ikut memperbincangkannya. Ijinkan Minbuk ikut merangkumkannya untukmu ya.

Melalui novel ini, pembaca akan mendapati dominasi negara-gereja dalam keseharian masyarakat di sana. Dan itu ... banyak sekali.

Pertama soal beras-isasi. Bila menilik catatan sejarah Indonesia, Presiden Soeharto sangat gencar menjalankan program swasembada pangan kala itu. Semua penduduk Indoneisa diarahkan untuk makan nasi, nasi, nasi, dari beras, beras, beras. Termasuk di Oetimu. 

Para petugas yang melakukan sosialisasi berulang-ulang menyebutkan makan nasi lebih bergizi ketimbang jagung atau singkong yang disebutkan dapat membikin bodoh dan akan mengalami gizi buruk. Hal ini membuat warga memiliki kebanggaan makan nasi alih-alih jagung atau singkong yang dulunya bahan pokok asal Oetimu.

Nah lho, Minbuk tercengang. Kan Minbuk jadi terngiang-ngiang sama ocehan khalayak yang bilang kalau belum makan nasi berarti belum makan. Belum makan nasi artinya belum kenyang.

Bisa-bisanya kalau makan nasi dianggap bisa bikin lebih cerdas daripada yang makan jagung atau singkong. Rasanya nih, Sob, Minbuk mau merekomendasikan buku Lejitkan Memori 1000% yang pernah dibahas juga di sesi Bicara Buku FBB.

Kedua, adanya dominasi kekuasaan sepihak. Aparat negara cenderung berbuat sewenang-wenang, konflik kepentingan para politikus, korupsi, ruwetnya birokrasi, pencitraan dengan memanfaatkan kesenjangan sosial dan kemiskinan untuk meraup suara dalam pemerintahan.

Nah, lanjut ke poin ketiga ya, Sobat Buku. Tatkala komunis dinyatakan sebagai musuh negara, banyak aktivis mahasiswa yang membentuk kelompok doa agar nggak kena ciduk. Pada masa itu, dominasi gereja sangat kental. Agama menjadi penuntun kehidupan dan yang nggak beragama maka dinyatakan sebagai komunis dan siap-siap diberangus oleh tentara.

Poin keempat. Para pastor kerap bermain mesum dengan para perempuan. Gereja menjadi lahan basah. Sekolah yang berafiliasi dengan gereja mengubah tempat pendidikan yang sebelumnya untuk anak miskin, berganti jadi bertaraf internasional sehngga banyak yang putus sekolah.

Namun, dominasi negara ang hadir di sana bukanlah untuk peradaban, melainkan merangsek lewat gereja dan tentara, sebab kala itu kabar komunis dan dekoloisasi tengah hangat merebak. Para penduduk menjalani kehidupan justru yang jauh dari sentuhan negara, jauh dari pendidikan, mengalami ketertinggalan : masih ada hutan, sabana, minim transportasi modern.

Masyarakat setempat masih kukuh percaya pada hal mistis, menghormati leluhur dengan segala simbol-simbolnya, pengkultusan berlebihan terhadap sosok yang dianggap pahlawan (kisah heroiknya bisa bertambah-berkurang tergantung situasi dan kondisi), serta menghibur diri dengan menenggak sopi (minuman keras khas setempat) dan aktivitas ranjang.

Pada tahun-tahun itu, Indonesia masih Jawa-sentris banget. Nggak heran sewaktu membaca novel ini, Sobat Buku akan mendapati masyarakat yang terkagum-kagum dengan orang terpelajar, yang bisa ngomong pakai bahasa asing.

Para perempuan pun berbondong-bondong ingin menjadi cantik sebab ilan-iklan yang berseliweran di televisi dan majalah kerap menampilkan model-model Jawa yang putih, langsing, rambut lurus, dan gigi tonggos putih kinclong (oramg Oetimu menyebutnya Jawa bergigi tonggos).

Semua rupa tetek-bengek sindiran-kritikan tersebut tersampaikan secara luwes melalui kejadian-kejadian yang menimpa para tokoh-tokohnya. Lengkap.

Pengalaman Baca Novel Orang-Orang Oetimu

Novel beralur campuran dan meloncat-loncat acak ini menggunakan sudut pandang orang ketiga. Diksinya sederhana cenderung jenaka. Daftar istilah atau bahasa lokal dijelaskan pada lembar-lembar awal. Komposisi komedi dan satirenya pas untuk menyeimbangkan kisah-kisah yang malang dan tragis.

Perihal cukup banyak adegan seksual, Kak Mizuto menyinggung kalau dirinya nggak terganggu dengan hal tersebut. Erotisme dalam buku ini menjadi penggerak cerita, menjadi sebab pada lembar-lembar lainnya. Jadi kalau misalnya dihapus, ya jadinya kurang gereget.

Secara keseluruhan, novel Orang-Orang Oetimu menarik. Kak Mizuto berujar kalau dirinya menyukai tokoh Silvy. Dia cerdas, pencinta buku, dan memiliki kesadaran penuh untuk memilih laki-laki yang pantas baginya. Hanya saja, ada adegan perempuan yang sedang sibuk masturbasi, tahu-tahu menikmati ketika diperkosa saat itu juga. Dan bagian ini terasa nggak nyaman bagi Kak Mizuto selaku pembaca. 

Hmm ... Minbuk yang baca penuturanya saja ikut jadi nggak enak sih ya. Kebayangnya gimana gitu, Sobat Buku.

Akhir kata, Kak Mizuto merekomendasikan buku Orang-Orang Oetimu ini bagi Sobat Buku yang ingin melihat sisi lain dari Indonesia Tengah, dalam artian ya Nusa Tenggara Timur (NTT). Terutama pada masa-masa kolonial sampai reformasi, atau kamu yang menyukai cerita-cerita etnografi. Sangat disarankan usia pembacanya sudah 17 tahun ke atas ya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

I Am Sarahza : Mengeja Makna Berserah Diri yang Sesungguhnya

J umat siang (22/11) yang lalu, Kak Sasha menyapa seisi grup Forum Buku Berjalan (FBB) dengan sapaan hangat. Seperti yang memang selalu dige...