Buku Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat karya Mark Manson sebenarnya sudah sering sekali wara-wiri di linimasa. MinBuk yakin sekali kalau Sobat Buku juga sudah pernah mendapati review-nya, menemukannya di rak bestseller toko buku, atau tergoda untuk membelinya. Bisa jadi, kamu malah sudah ikut menamatkannya juga.
Hari itu, Kak Rahmah membuka sesi Bicara Buku dengan pernyataan yang hampir serupa. Buku bersampul jingga gonjreng yang Kak Yunie bawa, memang sudah sering sekali diperbincangkan oleh banyak sekali pembaca.
Hingga buku Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat ini tiba di tangan Kak Yunie dalam bentuk hadiah. Nah kan, ternyata semesta juga ingin Kak Yunie membacanya juga. Kemudian, semesta juga yang mengijinkan Kak Yunie mengulas buku ini untuk Sobat Buku semua.

Identitas Buku Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat
Judul : Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat (Pendekatan yang Waras
Demi Menjalani Hidup yang Baik
Penulis : Mark Manson
Penerjemah : F. Wicakso
Penerbit : Grasindo
Edisi : Cetakan ke-4, 2022
Tebal : vii + 246 halaman
ISBN : 978-602-05-2854-0
Genre : Nonfiksi, self help
Bergaya Hidup Bodo Amat Ala Mark Manson
Kak Yunie menunjukkan judul asli dari buku Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat yang rupanya saking "kasar"-nya sampai disensor sedikit. The Subtle Art of Not Giving a F*ck, begitulah judulnya. Sementara subjudulnya yaitu: A Counterintuitive Approach to Living a Good Life.
Di masa kini, kebanyakan orang begitu sulit untuk bergaya hidup bodo amat. Betul nggak? Demikianlah Kak Yunie melempar pertanyaan pada Sobat Buku yang hadir dalam sesi Bicara Buku di penghujung Januari 2025 kala itu.

Kebanyakan orang malah terlalu banyak berpikir ini itu begini dan begitu. Ujungnya, tentu saja jadi overthinking.
Sering malah menjadi sosok-sosok yang kepo, si paling peduli sama urusan orang lain yang sebenarnya buat apa juga diurusin. Iya nggak nih, Sobat Buku?
Lebih lagi, kita pun terlalu banyak memusingkan hal-hal tentang diri kita yang seharusnya nggak perlu dan bukan menjadi poin prioritas untuk dipikirkan. Nah ... bisa jadi, inilah penyebab banyaknya isu mental health yang merajalela di sekitar kita.
Sehingga, seseorang -- selanjutnya akan MinBuk sebut dengan kata "kita" ya -- jadi mudah terserang panic attack. Kita gampang overthinking. Kita kepikiran terus tentang hal-hal yang sebenarnya nggak perlu selalu dipikirkan juga.
Kesimpulannya, tentu saja kita di generasi sekarang, perlu lho untuk belajar dari generasi terdahlu. Misalnya : di generasi terdahulu, kalau ada masalah ya lebih sering membatin saja, mengeluh dalam hati, lalu terus menjalani hidup dengan menghadapi masalah yang sedang terjadi.
Hidup ya memang pasti ada saja masalahnya. Toh, bukankah ini merupakan bagian dari kehidupan?
Jalani dan hadapi. Cari solusi dan kerjakan. Bukannya malah berlarut-larut dan dibuai overthinking dan sampai hiperbola banget pikirannya yang dibawa-bawa di keseharian.
Generasi masa kini memanglah beda kultur kesehariannya dengan generasi di atas kita. Kemudian, masalah bermunculan di era media sosial, dimana bahasa kalbu alias ungkapan batin begini seolah diberi panggung, disodorkan microphone, di-broadcast ke seluruh dunia melalui unggahan status. Begitu pendapat dari Kak Yunie.
Perhatikan saja platform threads, misalnya, dimana dulu seringnya menjadi wadah untuk curcol para netizen. Segalanya yang di masa lampau hanya menjadi pikiran selintas lalu, kemudian dilupakan untuk melanjutkan segala rupa rutinitas di dunia nyata, di jaman sekarang tentu butuh disalurkan lewat menjadikannya bahan unggahan di media sosial. Iya nggak sih, Sobat Buku?
Belum lagi selepas itu. Akan ada saja komentar yang bermunculan. Saling jawab-menjawab hingga panjang sekali.
Nah, Mark Manson melalui buku Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat mengajak kita untuk memodulasi pikiran kita. Berhentilah memikirkan segala rupa hal-hal yang nggak penting. Belajarlah seni hidup masa bodo amat gitu lho, Sobat Buku.
Hidup itu ada batasan umurnya. Waktu kita terbatas. Jangan habiskan waktu hidupmu dengan melakukan hal-hal sia-sia yang sungguh unfaedah.
Apa Sih Isi dalam Buku Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat - Mark Manson?
Mark Manson sangat kritis dengan berbagai pandangan umum di berbagai buku-buku bertema self help lainnya. Menurut sudut pandang Kak Yunie, inilah keunggulan dari buku bersampul jingga gonjreng ini.
Pembaca diajak untuk berpikir di luar kotak pemikiran pada umumnya. Memikirkan cara berpikir dari sudut pandang yang berbeda.
Pada bab 1 dari buku ini, pembaca akan dikenalkan pada sosok Charles Bukowski. Ia adalah seorang sastrawan Amerika keturunan Jerman yang menyuarakan isi hati kaum marjinal lewat karya tulisnya. Tokoh yang hidup sepanjang 16 Agustus 1920 - 9 Maret 1994 ini pulalah yang menginspirasi Mark Manson.
Sepanjang 30 tahun hidupnya, Charles Bukowski merupakan seorang pecandu alkohol, senang main perempuan, pejudi kronis, orang yang kikir, senang berhutang, depresi pula karena naskah-naskahnya terus ditolak penerbit, bahkan menjalani pekerjaan sehari-hari sebagai tukang sortir surat di kantor pos.
Hingga pada suatu hari, Charles Bukowski dilirik oleh seorang editor. Barulah di usianya yang menginjak 50 tahun, buku pertamanya terbit dengan judul "Post Office".
Kenapa bisa jadi inspirasi untuk Mark Manson? Sebab latar belakang Charles Bukowski ini mirip dengan Mark Manson walaupun nggak separah Pak Bukowski itu.
Bisa-bisanya ya, pria "liar" begitu yang punya gaya hidup sedemikian rupa itu, bisa sukses jadi penulis? Kok bisa sih?
Ternyata nih Sobat Buku, Charles Bukowski ini menulis dari hati. Dan ... tulisna yang ditulis dari hati niscaya akan sampai dan mendarat juga di hati pembaca. Jujur, apa adanya, tanpa tedeng aling-aling, nggak pakai jaim.
Segala rupa yang Bukowski tuliskan merupakan kisah-kisah yang berlatar belakang kehidupan marjinal dan kelamnya : sebagai pemabuk, penjudi, seks bebas. Segalanya dituliskan apa adanya.
Menariknya, Sobat Buku, judul untuk bab 1 dari buku Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat ini merupakan kutipan terkenal dari Charles Bukowski itu. Dont try a.k.a jangan berusaha. Kutipan yang terukir di nisan Bukowski.
Kak Yunie menghadirkan pertanyaan sekaligus pernyataan dari Mark Manson. "Kok bisa orang yang sudah terkenal dan berproses dari kehidupan miskin ke kesuksesan menulis, jadi terkenal, meraih American dream, kok malah nasihatnya 'jangan mencoba'"? Inilah paradoks yang dibahas tuntas pada bagian bab pembukanya.
Lebih lanjut memperhatikan bahasan yang Kak Yunie sampaikan, MinBuk mengangguk sepakat. Di masa media sosial sekarang, kelekatan kita dengan gawai, memunculkan banyaknya masalah baru alias distraksi dalam menjalani hidup di keseharian. MinBuk segera teringat kembali dengan buku Media Sosial dan Budaya Baca Kita yang sempat diulas oleh Kak Rahmah beberapa waktu lalu.
Manusia di masa sekarang, terus dibombardir godaan untuk memiliki lebih lagi. Konsumtif, seolah nggak ada puasnya. Kita hidup dalam ilusi kebahagiaan dan kepuasan. Kita pikir kita akan merasa bahagia jika sudah punya pasangan, misalnya. Ternyata setelah punya muncul lagi rasa kurang, dan keinginan memiliki momongan, merasa butuh punya income lebih, dan begitu seterusnya.
Kita nggak memiliki jeda untuk tenang, sebentar saja, nggak memiikirkan apapun. Kita sibuk untuk overthinking terus. Wajar bila berpengaruh ke mental health sebab otak diforsir, diajak berpikir terus.
Oleh karena itu, Sobat Buku, buku Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat dari Mark Manson ini mengajak kita untuk memulai hidup masa bodo. Maksudnya, bukan jadi psikopat yang mati rasa dengan sekitarnya ya, melainkan menghargai energi mental diri sendiri dan hanya dihabiskan untuk hal-hal yang prioritas saja.
Demikianlah isi buku karya Mark Manson yang Kak Yunie bawa hari itu. Masih ada banyak lagi pesan-pesan yang bisa Sobat Buku dapatkan jika kamu ikut membaca bukunya juga.
Sobat Buku, MinBuk mau dong baca pendapat kamu tentang apa isi dan serunya buku self help Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat dari Mark Manson ini. Silakan ceritakan di kolom komentar, ya. MinBuk tunggu.
Kontributor : Akarui Cha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar