Kamis, 19 Desember 2024

Buku Media Sosial dan Budaya Baca Kita yang Ditulis Oleh Eks Kepala Perpusnas

Sobat Buku, sebagai pembaca buku nih, sejauh mana sih kamu merasakan dampak dari media sosial dengan kehidupan membacamu? Apakah keberadaannya memberi pengaruh besar yang membuatmu kehilangan fokus membaca seperti dulu?

Buku Media Sosial dan Budaya Baca Kita yang kali ini diulas oleh Kak Ramhah dan ditemani oleh Kak Suci, akan memberikan pandangan apa ya pada kita, Sobat Buku? Catatan pentingnya, buku ini ditulis oleh Muhammad Syarif Bando, eks kepala Perpusnas yang menjabat sepanjang Juni 2016 hingga Desember 2023 lalu.

buku media sosial dan budaya kita pak syarif bando

Profil Buku Media Sosial dan Budaya Baca Kita

Judul                    : Media Sosial dan Budaya Baca Kita

Penulis                : Muhammad Syarif Bando

Penerbit              : Indonesia Emas Group

Tahun Terbit     : September 2023

Tebal                   : 124 halaman

Blurb Buku Media Sosial dan Budaya Baca Kita

Media sosial telah menghadirkan realitas baru dalam kehidupan manusia sekarang, yaitu hiperrealitas (hyperreality). Hiperrealitas dalam medsos mengacu pada perilaku penggunaan medsos untuk meniru citra diri dari indivisu tertentu untuk menjadikannya sebagai identitas diri mereka agar dikonstruksi oleh masyarakat yang lebih luas.

Buku ini memaparkan hiperrealitas sebagai paradoks medsos. Medsos menjadi representasi realitas yang imajinatif dengan membiarkan penggunanya memproduksi dan mendistribusikan representasi imajinasinya. Masyarakat kecanduan dengan identitas dan pengakuan eksistensi diri yang imajinatif dan semu.

Paradoks medsos tentu membahayakan masa depan generasi muda bangsa Indonesia. Daya kritis yang terbangun dari budaya baca yang kuat terkkis oleh hiperrealitas yang menyesatkan pikiran. Jika kecanduan masyarakat terhadap hiperrealitas tidak tertangani, maka medsos bisa menjadi ancaman terhadap budaya baca generasi milenial sekarang.

Bahas Buku yang Angkat Kehidupan Era Modern Generasi Produktif Masa Kini

Kak Suci selaku moderator, menyampaikan kepada Sobat Buku, kalau buku berjudul Media Sosial dan Budaya Baca Kita ini, bisa kamu intip juga di iPusnas. Bahkan beberapa karya beliau selaku penulis (baca : M. Syarif Bando) bisa Sobat Buku temukan juga di sana.

bicara buku media sosial dan budaya baca kita

Buku ini disajikan dalam gaya penulisan bahasa ilmiah populer. Termasuk didukung pula oleh sumber referensinya yang cukup melimpah. Dapat diterka ya, Sobat Buku. Penulisnya telah berkecimpung puluhan tahun dalam dunia pustaka dan punya kelekatan dengan buku, serta memperhatikan budaya baca dari generasi ke generasi.

Dalam buku Media Sosial dan Budaya Baca Kita, ada istilah digital native yang melekat pada generasi saat ini. Iya ... kita ... generasi yang amat akrab dengan segala sesuatu yang berbau digital. Aktivitas belajar atau membaca pun, digital native lebih mengutamakan kepraktisan untuk mengakses informasi atau bahan bacaan, ketimbang tempat yang nyaman untuk belajar atau membaca.

Itulah alasannya mengapa perpustakaan sekarang, jarang sekali diisi oleh generasi milenial atau generasi Z. Karena mereka lebih senang mengakses koleksi perpustakaan secara daring melalui gawai. 

Penggunaan perpustakaan oleh digital native masih tergolong rendah, Para digital native lebih memilih internet sebagai sumber rujukan informasi utama mereka dibanding perpustakaan. Begitu pun dengan penggunaan dan pemanfaatan sebagai tempat belajar para digital native, lebih memilih cafe ketimbang perpustakaan karena mereka menganggap cafe adalah bagian dari gaya hidup mereka.

Ciri Generasi Masa Kini dalam Buku Media Sosial dan Budaya Baca Kita

Seperti yang sudah Minbuk tuangkan di atas nih, Sobat Buku. Anak jaman sekarang memang lebih nyaman baca buku di taman kota atau mungkin berkunjung ke book cafe, dibanding berlama-lama di perpustakaan. Apakah Sobat Buku juga demikian?

Ciri lainnya, ada dalam segi memproduksi konten. Entah itu untuk content writing, content crearor, atau medsos, digital native lebih menyukai format visual ketimbang teks. Mereka sangat imajinatif dengan konten-konten visual seperti : grafis, foto, gambar, atau video. 

Konten visual bisa menghasilkan bobot engagement yang lebih besar sehingga dampak konten terhadap pikiran, perasaan, dan perilaku mereka juga sangat kuat. Dan saat ini, kita bisa menyaksikan kalau banyak anak muda yang lebih memilih menjadi konten kreator atau membuat "sesuatu" yang viral daripada berjibaku dengan keseriusan dalam belajar.

Pak Syarif selaku penulis buku Media Sosial dan Budaya Baca Kita banyak memaparkan penelitian-penelitian ilmiah terkait penggunaan medsos dan bagaimana dampak medsos itu sendiri kepada generasi muda saat ini, yaitu generasi alpha. Generasi yang merupakan generasi termuda yang tahun kelahirannya dihitung antara tahun 2010-an hingga awal periode 2020-an.

Bila ditelaah lagi, saat ini, usia tertua dari generasi Alpha masih berada pada usia setingkat Sekolah Dasar (SD). Mereka merupakan buah dari perubahan besar dalam dunia teknologi dan digital.

Generasi Alpha tumbuh dengan perangkat pintar, internet, dan media sosial yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Mereka disebut sebagai "digital natives", karena mereka telah terbiasa dengan teknologi digital sejak lahir, memiliki kemampuan beradaptasi dan beroperasi dengan mudah pada berbagai perangkat.

Poin Menarik dari Media Sosial dan Budaya Baca Kita

Kak Rahmah menyampaikan, kalau ada beberapa istilah menarik dalam buku ini. Termasuk pula wawasan baru bagi Kak Rahmah selaku pembacanya, dalam menggunakan gawai. Tentu saja sebab kita memang perlu mengetahui durasi pemakaian gawai yang ideal sehingga kita bisa mengontrol diri.

Ada 3 klarifikasi intensitas dalam penggunaan gawai yang menjadi tolok ukur dalam bermain gawai, yaitu : intensitas rendah, intensitas sedang, dan intensitas tinggi. Apa saja sih itu?

Intensitas rendah merupakan penggunaan gawai yang kurang dari 3 jam/ hari. Intensitas sedang adalah mereka yang menggunakannya 3 jam saja/hari. Lebih dari itu, pengguna intensitas tinggi akan memanfaatkan gawai lebih dari 3 jam/hari.

Sobat Buku, kamu yang mana sih? Kalau Minbuk boleh jujur, Minbuk ada di klarifikasi terakhir nih. Huhu ....

Ada pula istilah literasi media sosial. Literasi media sosial ini mengacu pada salah satu bentuk literasi informasi secara umum. Literasi medsos merupakan turunan dari literasi media yang juga diturunkan dari literasi informasi.

Literasi media sosial juga dipahami sebagai keterampilan seseorang dalam mencari. memilah, dan mengaplikasikan sumber informasi di medsos. Orang yang melek informasi di media sosial akan menjadi orang yang kritis ketika mendapati informasi hoax. Masyarakat yang melek informasi di media sosial akan sulit untuk diadu domba karena kepentingan tertentu.

Faktor Pengalih Minat Baca Generasi Muda Saat Ini Menurut Buku Karya M. Syarif Bando

Ada lagi istilah hiperrealias media sosial yang baru pertama kali ini Kak Rahmah ketahi. Minbuk juga kok, Kak. 

Fenomena ini umumnya terjadi pada generasi muda. Inilah yang menjadi salah satu faktor kunci yang mengalihkan minat baca mereka. 

Mengapa harus generasi muda? Karena merekalah yang saat ini menjadi pasar potensial dari media sosial. 

Hari ini kita lihat budaya baca media cetak yang telah diwariskan sejak penemuan mesin cetak 7 abad silam, bisa luntur seketika dengan adanya perangkat teknologi digital yang namanya internet. Apakah kamu juga menyadari hal ini, Sobat Buku?

Buku Media Sosial dan Budaya Baca Kita ditutup dengan penjelasan berbagai layanan digital dari Perpusnas. Mulai dari Kasrata (Khasanah Pustaka Nusantara), Indonesia One Search, e-Resources, iPusnas, dan lain-lain. 

Sungguh buku tipis yang menghadirkan sepotong perjalanan membaca generasi muda saat ini lewat sudut pandang seorang pustakawan senior. Ujungnya, tentu saja Minbuk jadi tersadar kalau media sosial sering menjadi distraksi yang membuat waktu terlewat tanpa membaca, sehingga sikap kritis kita sebagai generasi muda perlahan terkikis.

Wah ... kalau begini ceritanya sih, media sosial itu persis pedang bermata dua ya, Sobat Buku. Lalu, apa kamu tertarik untuk ikutan baca buku Media Sosial dan Budaya Baca Kita juga? Bisa ditemukan di iPusnas ya. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Baitul Maqdis for Dummies : Mengenal Lebih Jauh Negeri Para Nabi

Siang itu, Kak Ani selaku pengulas dari buku Baitul Maqdis for Dummies karya Felix Y. Siauw langsung melempar sapa sekaligus tanya, sejauh m...