Semakin
tumbuh dewasa, terkadang hidup kita terasa terbebani oleh sesuatu yang tak
terlihat. Kita melalui hari-hari dengan diiringi sebuah keyakinan, bahwa hidup
kita baik-baik saja. Terkoneksi dengan ragam media sosial, menjadi salah satu
cara untuk tetap terhubung dengan orang lain. Namun, semakin terhubung dengan
banyak orang, nyatanya tak mudah. Ada kecemasan, ketidakpastian, ketakutan,
bahkan overthingking yang kerapkali menjalari isi kepala.
Ketika hal ini terjadi, apa yang harus dilakukan? Barangkali tak mudah, tapi memberi diri sendiri ruang untuk dipahami menjadi sesuatu yang penting. Ini cara untuk mengurai benang merah kekusutan yang kerapkali menghampiri kepala, salah satunya dengan membaca buku.
Pada Hari Kesehatan Mental Sedunia yang jatuh pada
10 Oktober, Minbuk ingin mengajak Sobat Baca untuk untuk lebih memahami dan
peduli pada diri sendiri dengan 5 buku bertema kesehatan mental. Apa saja? Ini
dia!
Aku
yang Sudah Lama Hilang
Buku
ini memvalidasi, sekaligus mengajak pembaca untuk memahami setiap beban mental
yang tumbuh sebagai refleksi, sekaligus
perenungan tentang perjalanan hidup sebagai orang dewasa. Memberi ruang bagi
diri untuk menerima sisi lain diri, bukan hanya tentang melihat ke dalam diri. Melainkan
juga menyadari penerimaan diri atas segala gejolak tersebut menjadi bagian
penting untuk menjadi orang dewasa dengan penuh kesadaran.
Jika
Bersedih Dilarang, untuk Apa Tuhan Menciptakan Air Mata?
Buku ini memberi pencerahan kepada pembaca untuk lebih sadar dengan kesehatan mental dari sudut padang seorang muslimah. Bahwa, tak apa-apa merasakan segala kemelut jiwa bukan berarti pertanda kurang iman. Melainkan tanda mempertanyakan apakah diri tak sedang baik-baik saja? pertanyaan itu melahirkan kesadaran untuk memahami dan menerima ragam gejolak emosi sebagai sesuatu yang niscaya.
Siapapun dan di manapun kita berada takkan pernah terlepas dari kecemasan, overthingking dan penghakiman pada diri sendiri. Buku ini mengajak pembaca untuk memahami bahwa gejolak emosi bukan berarti tanda kurang iman. Sebaliknya, menjadi pertanda untuk diri untuk lebih peduli kesehatan mental sebagai bagian dari menyayangi diri sendiri.
Utuh
Sebagai Jiwa
Buku
berjumlah 215 halaman ini menjadi buku panduan dalam memahami isu kesehatan
mental secara tersistematis. Bagian pertama buku menyajikan stigma yang
kerapkali dilekatkan pada seseorang, sekaligus sisi negatif yang lahir dari
stigma tersebut. Buku ini mengajak pembaca untuk mengenali, sekaligus memahami
isu kesehatan mental dengan mengedepankan empati pada diri sendiri, bahkan juga
orang lain.
Yang
Belum Usai: Kenapa Manusia Punya Luka Batin?
Kumpulan
esai ini, secara gamblang mengajak pembaca untuk mengenal dan memahami luka
batin yang hadir dalam diri. Sebagaimana judulnya, buku ini mengupas penyebab
keberadaan luka batin yang kerapkali tak disadari. Dari bagian pertama, pembaca
disuguhkan dengan luka batin sebagai sesuatu yang belum selesai pada diri
seseorang. Sebuah luka yang tumbuh dengan beragam faktor. Buku yang memberi
perspektif dalam melihat diri secara utuh, bukan sebagai seorang yang beridentitas, tetapi sebagai manusia.
Merawat
Luka Batin
Buku ini mengajak pembaca untuk tak hanya mengenal, tetapi melangkah lebih dekat merawat luka batin. Buku ini berusaha memandu pembaca untuk sejenak merasakan gejolak emosi yang terpendam. Bahwa setiap gejolak yang kian meledak, tak hanya dipengaruhi oleh emosi melainkan bagaimana cara kita menghadapinya.
Bukan hal mudah, tetapi belajar mengatasi emosi tersebut dengan proses berpikir yang tepat, bisa membantu pembaca untuk berpikir secara utuh. Barangkali prosesnya membutuhkan waktu yang tak sebentar, tapi ini cara kita belajar berempati, untuk mengasihi diri dan orang terdekat dengan kepedulian sebagai seorang manusia.
Dari 5 buku bertema kesehatan mental yang di atas, mana buku yang sudah dibaca Sobat Baca? Apa kesan dari membaca buku itu? Yuk, bagikan di kolom komentar.
Tidak ada komentar