Belajar Arti Keberanian Melalui Lima Buku Biografi Tokoh Bangsa di Ipusnas

Share:

 Seberapa beranikah diri kita? Satu pertanyaan kecil yang kerapkali menghadang pikiran, saat kita menghadapi hidup yang tak sejalan dengan suara hati terdalam diri kita. Apakah hidup harus mengikuti arus, ataukah berbalik melawan arus itu sendiri?

Nyatanya, hidup manusia adalah perlawanan itu sendiri. Melawan ketakutan, kehampaan, kekeliruan, keburukan, bahkan ketidakpastian dalam menjalani hidup. Maka, jika hari ini kita berani melawan apa yang kita anggap keliru, bukan berarti itu sebuah kesalahan. Namun, itu adalah keberanian untuk menghadapi hidup, sekecil apapun itu. Sebab, sebagaimana kutipan dari Sutan Sjahrir, “Hidup yang tidak dipertaruhkan tidak akan pernah dimenangkan.”

Melalui lima buku biografi tokoh bangsa yang bisa dibaca Sobat Baca di Ipusnas, kita bukan hanya belajar arti keberanian dalam memperjuangkan kebenaran. Lebih dari itu, kita juga belajar merefleksikan nilai-nilai kepahlawanan dalam kemanusiaan dari teladan yang tercermin melalui laku hidup para tokoh bangsa. Nah, buku apa saja itu?

 


1.    Biografi Gus Dur 

Buku biografi setebal 516 halaman ini, tak hanya menyajikan kehidupan sekaligus kiprah Bapak Pluralisme Indonesia dari pengalaman hidupnya. Akan tetapi juga menyusuri setiap jejak kelahiran pemikiran Gus Dur yang kerapkali disalahpahami oleh publik. Buku ini berusaha menafsirkan sisi keautentikan seorang Gus Dur dari kacamata Greg Barton, penulis yang juga seorang akademisi asal Australia.

Buku kian bernas dalam memahami pemikiran Gus Dur yang sepanjang hidupnya menyuarakan pesan kemanusiaan tanpa memandang latar belakang apapun. Baginya, manusia dan kemanusiaan merupakan dua hal mutlak yang tak bisa dipisahkan satu sama lain. Tak ada manusia tanpa kemanusiaan dan tak ada kemanusiaan tanpa manusia.

Secara keseluruhan, buku ini mengajak pembaca untuk tak hanya melihat Gus Dur dari sudut pandang yang berbeda. Lebih dari itu, meneguhkan keberanian untuk memahami diri, sesama, bahkan bangsa Indonesia dari lubuk hati kita.

 


2.    Mangun: Sebuah Novel

Novel biografi karya Sergius Sutanto ini, mengisahkan perjalanan hidup Romo Mangun, seorang imam, arsitek, sastrawan dan pejuang wong cilik yang dinarasikan dalam 412 halaman. Novel biografi ini, kita melihat rekam jejak perjuangan Romo Mangun dalam beragam identitas yang bermuara pada satu hal: kemanusiaan.

Bagi Romo Mangun, kebenaran tak hanya berada di gedung-gedung bertingkat, hingga jabatan yang tersemat pada diri seseorang. Baginya, kebenaran bersemayam di tiap wajah kaum papa yang tak hanya melawan hidup, tapi juga sistem yang menindas.

Di sisi yang lain, novel ini menyuratkan bentangan sejarah, sekaligus jejak kelam rentetan peristiwa yang kerapkali dipakai penguasa untuk membungkam wong cilik. Hingga kini, cara tersebut masih dipakai saat rakyat menyuarakan haknya sebagai seorang manusia.

 


3.    Laksamana Malahayati: Sang Perempuan Keumala

Novel yang ditulis oleh Endang Moerdopo ini, mengisahkan bentangan hidup seorang laksamana perempuan pertama dunia yang berasal dari Aceh, Laksamana Malahayati. Melalui sudut pandang orang ketiga, buku ini menghadirkan sepak-terjang Laksamana Malahayati dalam menempa diri sebagai seorang taruni, hingga menjadi laksamana tangguh dan cerdas melawan penjajah di atas geladak kapal.

Melalui novel ini, pembaca tak hanya diajak kembali ke masa lalu, tetapi juga mengingatkan pesan penting tentang kiprah perempuan yang sejajar dengan laki-laki. Ada banyak nilai keteladanan Laksamana Malahayati—yang juga pemimpin Armada Inong Balee (para janda prajurit Aceh)—dalam menyikapi derita dengan keberanian.

Keberanian dalam menghadapi penderitaan, menempa seseorang untuk tak melihat derita sebagai akhir hidup. Melainkan kekuatan untuk bangkit melawan hidup. Ia tak hanya menjadi simbol kegagahan seorang perempuan, tetapi juga inspirasi untuk memaknai peran perempuan melampaui berbagai sekat.

 

4.    S.K Trimurti: Pejuang Perempuan Indonesia

Buku biografi yang ditulis oleh Ipong Jazimah ini, menghadirkan spirit perlawanan dari sosok S.K Trimurti. Jurnalis, wartawan, dan aktivis pergerakan ini berulang kali masuk penjara, tapi api perlawanannya tak pernah pudar. Buku berjumlah 248 ini menghadirkan kemandirian sekaligus ketangguhannya sebagai aktivis pergerakan. Ia tak hanya berjuang melalui tindakan, tetapi juga tulisan yang kerapkali membuat S.K Trimurti harus keluar masuk penjara.

Ia merupakan simbol bahwa tokoh pejuang perempuan tak hanya dikenal oleh siapa yang berada di sekelilingnya. Melainkan juga mereka dikenal atas keberanian melawan ketidakadilan yang menerpa diri mereka sebagai seorang perempuan. Hingga akhir hayatnya, S.K Trimurti tetap teguh menyuarakan perlawanan atas rezim yang menindas rakyat.

Melalui buku ini, kita belajar arti keberanian bukan hanya bertindak, tetapi juga menjadi bagian yang terus hidup dalam diri. Sebab, perlawanan pun bagian dari menyuarakan kemanusiaan itu sendiri.

 


5.    Maria Ulfah: Menteri Perempuan Pertama Indonesia

Jika ditilik lebih dekat, buku ini menyoroti prinsip hidup seorang Maria Ulfah, bukan hanya sebatas jabatan yang diamanahkan pada dirinya. Saat membaca buku yang berjumlah 256 halaman ini, lebih ditekankan pada sisi personal sekaligus prinsip hidupnya dalam memperjuangkan kemerdekaan dan hak-hak perempuan.

Saat memilih memutuskan kuliah hukum, karena pengalaman masa kecilnya, ketika bibinya dianggap aib keluarga hanya karena perceraian. Melalui pengalaman hidup tersebut, perempuan Indonesia pertama peraih gelar sarjana hukum dari Universitas Leiden ini, bertekad menyuarakan hak-hak perempuan, salah satunya melalui Undang-Undang Perkawinan kala itu.

Sebuah buku yang menyalakan api perlawanan bagi pembaca, khususnya untuk menumbuhkan keberanian menyuarakan pengalaman perempuan.

Dari lima buku di atas, adakah Sobat Buku yang sudah membacanya di Ipusnas? Yuk bagikan pengalamannya di kolom komentar. Eits! Bagi yang belum baca, yuk buruan pinjam bukunya di Ipusnas!

 

 

 

 

Tidak ada komentar