Buku Sekali Peristiwa di Banten Selatan merupakan sebuah karya riset singkat dari sang penulis ternama, Pramoedya Ananta Toer. Hasil menggali mengenai peristiwa penjarahan dan pembunuhan yang rentan terjadi di wilayah Banten Selatan. Mengapa tanahnya subur tetapi masyarakatnya miskin?
Mengapa hal seperti demikian bisa terjadi? Apa yang sesungguhnya terjadi pada masa itu?
Kak Sikna selaku pengulas buku pada sesi Bicara Buku,
berbincang mendalam dengan Kak Isa Saburai selaku moderator. Namun sebelum itu,
ijinkan Minbuk membocorkan sedikit informasi mengenai salah satu buku karya
Pram ini ya.
Profil Buku Sekali Peristiwa di Banten Selatan
Judul :
Sekali Peristiwa di Banten Selatan
Penulis : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit :
Lentera Dipantara
Terbitan :
1958
Tebal :
126 halaman
Blurb Buku Sekali Peristiwa di Banten Selatan
Novel ini merupakan hasil "reportase" singkat
Pramoedya di wilayah Banten Selatan yang subur tapi rentan dengan penjarahan
dan pembunuhan. Tanah yang subur tapi masyarakatnya miskin, kerdil, tidak
berdaya, lumpuh daya kerjanya. Mereka diisap sedemikian rupa. Mereka dipaksa
hidup dalam tindihan rasa takut yang memiskinkan.
Tubuh boleh disekap, ditendang, diinjak-injak, tapi semangat
hidup tak boleh redup. Menurut Pram, semangat hidup itulah yang membuat
sesorang bisa hidup dan terus bekerja. Bertolak dari situ Pram bertekad kuat
engorbankan semangat untuk tidak ongkang-ongkang kaki menanti ajal melumat.
Bicara Tentang Buku Pram yang Berlatar di Banten Selatan
Kalau Sobat Buku ingat, ini adalah kali ketiga nih Kak Sikna
tampil sebagai salah satu pengulas buku dalam sesi Bicara Buku di Forum Buku
Berjalan. Sebelumnya, Kak Sikna sudah pernah mengulas mengenai buku Cantik Itu
Luka, dan buku Pembebasan
Perempuan.
Kalau Minbuk perhatikan nih, kelihatan sekali kalau Kak
Sikna punya ketertarikan yang kuat pada karya-karya yang bisa membawa
pembacanya ikut menyelami
sejarah lewat buku karya anak bangsa. Iya nggak sih? Mungkin kalau Kak
Sikna baca hasil curhatan Minbuk di sini, boleh ya Kak buat dikonfirmasi nih
pemikirannya Minbuk.
Dari blurb SeKali Peristiwa di Banten Selatan, ada secuplik
penggambaran yang mengungkapkan kalau Banten Selatan memiliki tanah yang subur,
namun masyarakatnya terjerat kemiskinan, kan. Sesungguhnya novel ini mengupas
sedikit tentang pemberontakan Darul Islam.
Pemberontakan tersebut dipimpin oleh Kartosuwiryo dengan
tujuan untuk membentuk Negara Islam Indonesia (NII). Nah, di novel inilah,
latar suasana mengenai keadaan masyarakat akibat adanya kericuhan tersebutlah
yang menjadi latar suasananya.
Pemberontakan Darul Islam Menjadi Warna Dominan dalam Sekali Peristiwa di Banten Selatan
Pemberontakan Darul Islam ini meliputi pembunuhan,
penjarahan, dan perusakan di beberapa daerah di Jawa Barat dan sekitarnya. Nah,
oleh karena keganasan pemberontrakan ini, masyarakat kecil yang tak memiliki
kuasa pun tak sepemikiran dengan mereka menjadi sasarannya. Salah satunya
adalah desa tempat Ranta - nama tokoh utama dalam novel Pram ini – tinggal.
Nah, Darul Islam ini melakukan pemberontakan yang pandang
bulu. Maksudnya gimana sih? Begini. Kita yang mau bekerjasama dengan mereka –
walaupun tidak sepemikiran – akan dibebaskan dari dampak pemberontakan. Dalam
novel Sekali Peristiwa di Banten Selatan ini, pembaca akan dikenalkan dengan
tokoh bernama Juragan Musa.
Salah satu scene dalam buku ini adalah ketika Juragan Musa
dikepung oleh pasukan militer negara yang mungkin jika kita telaah, disebut
dengan pasukan Kodam Siliwangi yang menjalankan taktik Pagar Betis. Suatu
taktik mengepung koloni pemberontak Darul Islam (DI).
Apa yang Membuat Novel Tentang Pemberontakan DI di Banten Selatan Ini Menarik?
Bila memba secuplik ulasan Kak Sikna mengenai buku ini,
tentu lekas terpikir, semengerikan apa sih peristiwa pemberontakan DI di tahun
ini hingga Pram tergerak untuk mengangkat kisahnya ke dalam sebuah novel?
Kemudian, tahun berlalu, banyak menarik perhatian anak muda yang gemar akan
sejarah tanah air pula.
Rupanya, benang merah yang dihadirkan dalam novel ini
sungguh sederhana nih, Sobat Buku. Sesuatu yang kalau kita sadari, di masa
sekarang, terutama bagi kaum penghuni kawasan perkotaan, mulai terkikis. Apa
itu? Gotong-royong.
Pak Pram melalui buku ini, menyampaikan harapan agar
masyarakat Indonesia harus selalu memiliki sikap gotong-royong. Apapun
kondisinya. Gotong-royong melawan pemberontakan Darul Islam (DI) dan juga
gotong-royong membangun desa.
Sayang kan, kalau desa yang subur tanahnya malah tidak
dimanfaatkan demi kemaslahatan bersama? Itulah pesan kuat yang ingin
disampaikan oleh Pramoedya Ananta Toer dalam novel Sekali Peristiwa di Banten
Selatan.
Dari sudut pandang Kak Sikna, hampir setengah dari buku ini
membahas tentang gotong-royong itu sendiri. Dari mulai bahu-membahu membuka
lahan pertanian, hingga langkah kedepannya apa yang harus diperbuat.
Pak Pram juga mengingatkan bahwa, kita hari ini yang
membangun desa itu bukan demi kita, melainkan bagi keturunan kita. Sebuah upaya
agar mereka nantinya tahu bahwa tanah kelahirannya adalah sesuatu yang sungguh
patut disyukuri.
Di bagian paling akhir dari novel ini, disinggung sedikit
bahwa ternyata, laki-laki yang takut kalah saing dengan perempuan memang ada
sejak dulu. Para tokoh pria yang ada di dalam novel karya Pram tersebut takut,
jika istrinya belajar membaca kemudian mereka menjadi lebih unggul dari pria.
Hal yang juga disinggung bahwa siapapun yang tidak melekat
dalam dirinya semangat belajar, maka jangan sampai menghalangi orang lain untuk
belajar. Sebuah pesan yang tak akan pernah usang nih, Sobat Buku.
Sebuah novel yang pesannya benar-benar singkat, padat, tepat
sasaran. Mengangkat soal gotong-royong, dan memberikan kesempatan bagi siapapun
yang mau belajar.
Persamaan Novel Sekali Peristiwa di Banten Selatan dan Anak Semua Bangsa Karya Pramoedya Ananta Toer
Sebelum memulai sesi Bicara Buku, Kak Sikna telah
menyampaikan kepada Kak Isa kalau dirinya sejauh ini baru membaca dua saja buku
yang merupakan karya dari Pram. Kemudian berniat menyampaikan persamaan dari
kedua buku tersebut di sesi Bicara Buku Forum Buku Berjalan (FBB) kali ini.
Menurut pengalaman membaca Kak Sikna, bahasa yang Pram
gunakan dari kedua karyanya tadi adalah penggunaan bahasanya yang terasa
persuasif. Pak Pram menyampaikan pesannya dengan halus dan lembut.
Pram tak meminta pembacanya untuk gotong-royong, tidak juga
secara langsung menyuruh semua orang yang menemukan karyanya untuk belajar.
Tetapi, beliau memberikan wejangan bahwa yang mau berbuat sesuatu adalah
pemenangnya.
Sungguh persuasif ya, Sobat Buku. Kak Sikna bilang kalau dirinya
menyukai penggunaan bahasa yang digunakan Pak Pram. Meski beberapa kali cukup
kesulitan memahami maksiud katanya, padahal sudah dicari tahu artinya melalui
google. Termasuk berusaha menemukan padanan dan konteks dari kata tersebut.
Namun, karya Pram nggak membosankan untuk dibaca.
Satu lagi yang paling mengena dari buku ini. Belajarlah,
tidak melulu soal Eropa.
Sobat Buku, apa kamu tertarik untuk ikut membaca novel
Sekali Peristiwa di Banten Selatan ini? Kak Sikna sih bisikin Minbuk, kalau
buku ini ia pinjam dari Perpustakaan Daerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar