Sobat Buku, kamu sudah pernah baca buku Kambing dan Hujan karya Mahfud Ikhawan? Kak Yunie Tan yang hari itu bertugas sebagai moderator sesi Bicara Buku di grup Forum Buku Berjalan, memulai dengan pertanyaan yang sama seperti yang Minbuk utarakan ke kamu.
Kak Mizuoto selaku pengulas menyapa hangat. Ya, di jumat malam kala itu, tepatnya hampir seminggu yang lalu, Minbuk ikut menyimak sembari duduk di meja kerja. Menahan rasa penasaran akan seperti apa isi dari buku yang Kak Mizuoto bawa untuk diceritakan pada seluruh Sobat Buku.

Profil Buku Kambing dan Hujan
Judul : Kambing dan Hujan
Penulis : Mahfud Ikhawan
Penerbit : Bentang Pustaka
Edisi : Cetakan ketiga, 2023
Tebal : 380 halaman
ISBN : 978-623-186-005-7
Blurb Buku Kambing dan Hujan Karya Mahfud Ikhawan
Miftahul Abrar tumbuh dalam tradisi Islam modern. Latar belakang itu tidak membuatnya ragu mencintai Nurul Fauzia yang merupakan anak seorang tokoh Islam tradisional. Namun, seagama tidak membuat hubungan mereka baik-baik saja. Perbedaan cara beribadah dan waktu hari raya serupa jembatan putus yang memisahkan keduanya, termasuk rencana pernikahan mereka.
Hubungan Mif dan Fauzia menjelma tegangan antara hasrat dan norma agama. Ketika cinta harus diperjuangkan melintasi jarak kultural yang rasanya hampir mustahil mereka lalui, Mif dan Fauzia justru menemukan sekelumit rahasia yang selama ini dikubur oleh ribuan prasangka. Rahasia itu akhirnya membawa mereka pada dua pilihan: percaya akan kekuatan cinta atau menyerah pada perbedaan yang memisahkan mereka.
Awal Mula Kak Mizuto Terpikat Buku Kambing dan Hujan
Tak kenal maka marilah kita kenalan. Sebenarnya, Kak Mizuoto sudah cukup banyak wara-wiri di segmen Bicara Buku dari Forum Buku Berjalan. Belum lama ini, Kak Mizu membahas buku fiksi hits berjudul Orang-Orang Oetimu.
Pada malam itu, Kak Mizu kembali memperkenalkan dirinya yang diawali dengan sebuah pantun lucu. Kak Mizuoto yang biasa disapa Kak Mizu ini, merupakan seorang bookstagram aktif. Akunnya yaitu @mizuoto45 yang sekaligus seorang pencinta warna oranye alias jingga.
Kak Mizuoto mengungkapkan, salah satu alasan ketertarikannya untuk mengulas buku Kambing dan Hujan, karena buku ini merupakan pemenang pertama dari Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2014. Ya, inilah si novel yang banyak diperbincangkan itu, Kambing dan Hujan karya Mahfud Ikhawan.
Buku ini sudah tiga kali berganti cover. Dan ... yang Kak Mizuoto bawa ke sesi Bicara Buku kali itu adalah buku dengan sampulnya yang ketiga.
Garis Besar Kisah dalam Kambing dan Hujan Mahfud Ikhawan
Minbuk sejak Kak Mizuoto memperkenalkan buku ini lebih dekat, sudah bersiap untuk banyak mencatat. Maka ... inilah dia hasil catatan yang Minbuk dapat. Apalagi Kak Mizuoto, mulai menarik napas, dan siap bercerita panjang lebar.

Barangkali Sobat Buku kerap mendengar atau menonton cerita cinta: beda usia sudah biasa, beda jarak ya banyak, beda status sosial ya cukup sangat konvensional, beda agama juga ada. Namun ... jika usia bukan kendala, tempat tinggal hanya sejengkal, status sosial dan agama sama, tetapi sulit bersatu karena beda ideologi ... begitulah cerita Kambing dan Hujan bergulir.
Berawal dari pertemuan tidak sengaja di sebuah bus, Mif alias Miftah dan Fauzia yang sama-sama dari Desa Centong saling jatuh cinta, kemudian memutuskan untuk menikah. Berbekal kemantapan hati, keduanya pun meminta restu orangtua.
Akan tetapi, perjalanan meminta restu tidaklah mudah, mengingat adanya perbedaan di antara mereka. Tidak sekadar Mif yang merupakan anak Centong Utara, penganut Islam pembaharu, sementara Fauzia anak Centong Selatan, penganut Islam tradisional yang letak kedua masjidnya saling berseberangan dan hanya terpisah satu ruas jalan saja; melainkan juga cerita sejarah panjang ayah mereka, para tokoh agama di Desa Centong, yang berasal dari kedua kubu yang berbeda, tetapi pernah menjadi sahabat tidak terpisahkan pada 1960-an sebelum konflik memisahkan keduanya; serta kisah masa lalu ibu Fauzia yang pernah ditaksir ayah Mif makin memperumit situasi.
Kambing dan Hujan merupakan novel yang -- dalam pandangan Kak Mizuoto tentunya -- benar-benar berani mengajak pembacanya untuk melihat lebih dekat realitas kehidupan keagamaan, khususnya agama Islam, di sebuah pedesaan yang melibatkan kalangan akar rumput.
Pondasi kehidupan keislaman di sini mengangkat persinggungan antara organisasi masyarakat Nahdatul Ulama/NU (Centong Selatan) dan Muhammadiyah (Centong Utara).
Sejumlah perbedaan-perbedaan dua golongan tidak sekadar menjadi pemicu konflik, melainkan telah menjadi sejarah pada masyarakat desa itu sendiri.
Novel ini tidak cukup hanya menyajikan pertentangan substansial terkait pemahaman keagamaan yang berbeda. Misalnya saja, pelafalan ushali sebelum shalat, qunut pada shalat Subuh, doa iftitah, tata cara shalat Jumat, jumlah rakaat shalat tarawih, tahlilan, ziarah kubur, sampai menentuan 1 Syawal.
Bukan hanya sampai di situ saja, melainkan juga cara pandang kultural sebuah desa, serta mengisahkan bagaimana kedua ormas tersebut menebarkan pengaruhnya kepada masyarakat desa yang turut melibatkan konflik keluarga, anggota masyarakat, dan kisah cinta yang rumit (perjuangan sepasang sejoli meminta restu untuk menikah, ibu Fauzia yang sempat ditaksir ayah Mif).
Jadi, awalnya Desa Centong itu memang sudah teguh pada tradisi lama, budaya lama: ritual, tayuba, sesajen, dan didominasi masyarakat NU. Lantas konflik mulai terpercik tatkala Cak Ali, salah satu karakter, mengajarkan ritual-ritual keagamaan yang berbeda dari biasanya: shalat Subuh tanpa qunut, tata cara shalat Jumat, dan lain-lain.
Perlahan-lahan, sejumlah orang mulai ngaji dan membesarkan kelompok pengajian Cak Ali.
Ayah Fauzia yang belajar di pondok diminta pulang sebelum lulus dirasa paling tepat menandingi kemampuan agama Cak Ali. Selain itu, dia juga dijodohkan dengan perempuan yang masih satu kerabat, yang ternyata disukai ayah Mif.
Lewat cerita ayah Fauzia yang melanjutkan pendidikan ke pesantren dan ayah Mif tetap tinggal di Centong menjadi penggembala kambing, pembaca juga mendapatkan narasi yang mendedah gejolak kejadian Gestapu, G30S/PKI, serta peran kiai, santri, dalam masa tersebut.
Seketika sampai di penjelasan panjang Kak Mizuoto yang ditemani Kak Yunie Tan malam itu, Minbuk teringat akan buku Sekali Peristiwa di Banten Selatan karya Pram. Terbayang secuplik kengerian perseteruan yang disematkan dalam jalinan kisah masa lalu di Kambing dan Hujan. Berhubung Minbuk belum pernah baca buku Mahfud Ikhawan, jadi tergoda berat malah sekarang.
Pengalaman Baca Buku Kambing dan Hujan Menurut Kak Mizuoto
Mahfud Ikhawan mengemas plot ceritanya dengan apik. Memulainya dari kisah cinta Mif dan Fauzia kemudian terhubung dengan kisah persahabatan Is dan Moek (ayah Mif dan ayah Fauzia) sebelum menjabarkan sejarah panjang masyarakat Desa Centong dalam meyakini Islam serta luka hati yang tersimpan puluhan tahun.
Novel ini cenderung netral dalam menceritakan perbedaan dua ormas. Tidak pro ini maupun pro itu. Tidak juga kontra ini atau kontra itu. Tidak mendukung satu pihak, tidak pula memojokkan pihak lainnya. Dikisahkan secara seimbang sehingga pembaca mendapatkan pemahaman yang tidak berat sebelah.
Buku ini menggunakan narasi yang renyah, gaya bahasa ringan dan mengalir, alur cerita maju-mundur dengan sudut pandang orang pertama dan ketiga, serta sentuhan komedi yang pas membuat percakapan dan narasi saling menyindir masing-masing pengikut ormas terasa mengasyikkan. Ritme ceritanya sempat lambat di awal, dan akhir ceritanya bisa ditebak, tetapi perbedaan tidak serta-merta dihilangkan maupun melebur. Tetap ada kok, dan justru di situlah keindahan buku Kambing dan Hujan karya Mahfud Ikhawan.
Kak Mizuoto sangat merekomendasikan buku Kambing dan Hujan ini untuk Sobat Buku yang ingin mengetahui betapa rumitnya perbedaan di sekitar tempat tinggal kita. Dan jujur saja, Minbuk sudah tertarik untuk ikutan membaca juga. Bagaomana denganmu, Sobat Buku?
Kak Yunie Tan selaku moderator Bicara Buku malam itu pun menunjukkan ketertarikan yang serupa. Apalagi, buku ini menyelipkan aspek budaya, sejarah, romansa, bersamaan dengan plot yang terajut seru.
Buku Kambing dan Hujan bisa dibaca oleh remaja, sebab memang isinya merupakan cerita cinta. Ya, walaupun sih, kisah cintanya pakai berputar arah dulu ke masa lalu dari para ayah, ayah dari Mif dan ayah dari Fauzia.
Jika Kak Yunie Tan, beserta Minbuk, dan beberapa Sobat Buku di dalam Forum Buku Berjalan sudah berhasil dibuat tertarik dan terpikat oleh ulasan buku Kambing dan Hujan karya Mahfud Ikhawan ini, sekarang, apakah perasaan yang sama juga sudah mampir ke benakmu? Kalau begitu, yuk sama-sama kita berburu buku ori-nya. Siap, Sobat Buku?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar