Bgaimana sih hubungan yang selama ini kita bangun dengan Bumi ini? Lalu, bagaimana pandangan Islam tentang wawasan ekonologis? Buku Melawan Nafsu Merusak Bumi karya AS Rosyid ini mengupas poin-poin bagaimana seharusnya kita selaku manusia, hidup bersandingan dengan alam semula jadi.
Di sesi Bicara Buku pertama di tahun 2025 ini, Kak Visya membawa sebuah buku dengan cover yang jelas menunjukkan betapa Bumi sesungguhnya dalam cengkeraman manusia. Penasaran? Aih, Minbuk juga nih.

Profil Buku Melawan Nafsu Merusak Bumi karya AS Rosyid
Judul : Melawan Nafsu Merusak Bumi (Prinsip Etika Lingkungan Islami)
Penulis : AS Rosyid
Penerbit : EA Books, D.I. Yogyakarta (Group Buku Mojok)
Tahun Terbit : Cetakan kedua, Maret 2023
Tebal : xvi + 139 halaman
Blurb Buku Tentang Prinsip Etika Lingkungan Islami dari AS Rosyid
Agama memiliki kekuatan untuk mengubah manusia langsung dari tatanan batin mereka. Demikian pula agama Islam. Salah satu perubahan yang dapat Islam berikan adalah perubahan paradigma: Umat bisa belajar memandang dunia secara ekosentris, yakni pandangan yang tidak mengecilkan alam dan tidak memberi hak pada manusia untuk merusak alam, baik secara sadar atau tidak sadar.
Di masa ketika para ahli agama mengabaikan perusakan alam, diperlukan penyelidikan ulang atas berbagai doktrin agama Islam demi menemukan "nilai-nilai ekosentris" di dalamnya. Nilai-nilai itulah yang kelak harus diberikan perhatian khusus , bukan (sekadar) praktik ritual yang telah mapan. Umat tidak perlu dan tidak boleh mengubah syariat : syariat harus dibiarkan ajeg sesuai ketetapan hukum-hukum fikih yang ada. Namun, Umat perlu belajar menemukan nilai-nilai ekosentris dari syariat itu. Umat harus sering mendengar refleksi ekologis sehingga kesadaran ekologis perlahan tumbuh.
Isi dan Inti dari Buku Melawan Nafsu Merusak Bumi
Di sesi Bicara Buku yang pertama digelar di awal tahun 2025 ini, Kak Visya ditemani oleh Kak Jade selaku moderator. Semangat Buku Berjalan untuk Bumi kental terasa di sepanjang sesinya.

Buku karya AS Rosyid yang sudah dua kali dicetak ulang -- terhitung pada tahun 2023 lalu -- ini, membahas 3 (tiga) poin penting. Kak Visya menjabarkannya dalam bentuk poin per poin, yaitu :
- Bab 1 : Menjelajahi Pandangan Al-Qur'an dan Hadist Tentang Lingkungan Hidup. Ada 3 sub poin yang diangkat, mulai dari : habituasi (kebiasaan), struktural (kebijakan), dan etik (kesadaran).
- Bab 2 : Mengelola Tujuh Konsep yang Menunjukkan bahwa Islam memiliki wawasan ekologis, seperti : al ardu masjidun (Bumi sebagai masjid), al ardu ummukum (Bumi sebagai ibu), ja'ilun fi al ardi khalifah (depolitisasi khalifah), bakkah (kota eko-spiritual), masyrab (distribusi sumber energi), qurban (etika hewani Islam), yaum al din (hkum perubahan).
- Bab 3 : Menyediakan seperangkat prinsip etis praktis bagi individu muslim dalam menjaga lingkungan, termasuk diskusi tentang gaya hidup vegan, pilihan untuk tidak memiliki anak (childfree), dan pandangan terhadap hewan seperti anjing.
Di sisi lain, lewat buku Melawan Nafsu Merusak Bumi, Kak Visya mengungkapkan kalau sebenarnya Islam itu (agama yang) menyeluruh. Dan ... melalui buku inilah, pembaca didetailkan mengenai sudut pandang ekologis dalam Islam itu, apa saja sih.
Dari sesi ulasan Kak Visya, salah satu contohnya, misalnya, qurban itu ternyata bukan hanya soal fikih semata. Tetapi memiliki proses persiapan hewan qurban, kita diajak memikirkan soal animal rights, sampai eat less meat dan kaitannya dengan lingkungan.
Kutipan Menarik dalam Buku Melawan Nafsu Merusak Bumi
Ada beberapa kutipan yang Kak Visya temukan sepanjang membaca buku ini. Namun, Minbuk sangat tertarik dengan salah satu kutipan berikut :
Bagaimanapun aktivitas eksploitasi dan polusi, baik dalam produksi maupun konsumsi, berakar dari berbagai penyakit hati, terutama keserakahan dan ketidakmampuan untuk berpuasa.
Selain itu, ada pula kutipan lainnya yang membuat seisi grup Forum Buku Berjalan tergoda untuk memulai sesi diskusi. Kalimatnya berupa :
"Bagus Bumi, bagus iman. Buruk Bumi, buruk iman." Sedekat itu hubungan Islam dan lingkungan hidup. Tanpa lingkungan hidup yang lestari, umat Islam tidak akan dapat menghayati agamanya sendiri dengan baik. Iman apa yang bisa dihayati dari beton yang menutup daerah resapan dan corong pabrik yang dua puluh empat jam meletupkan polutan? Iman apa yang bisa dihayati dari alat berat pengeruk bukit yang mengabdi hanya pada segelintir elite? Sebaiknya, iman yang baik dapat dengan mudah lahir dari melihat rizki Allah yang ditebar melalui pohon-pohon, dari melihat hewan-hewan dapat makan dengan mudah dan berkecukupan.
Sobat buku, setelah membaca sedikit kutipan dari buku yang mengulas tentang prinsip etika lingkungan islami ini, apa yang kemudian bercokol dalam pikiranmu? Sudahkah kita mewujudkan keislaman dalam rupa laku dan pilihan di keseharian?
Beberapa tanggapan dari Sobat Buku yang tergabung dalam Forum Buku Berjalan, pada sesi Bicara Buku kali itu, saling sahut-menyahut mengenai pandangan atas lingkungan yang tengah terjadi saat ini. Bahkan, ada Sobat Buku yang mengatakan kalau, "Kiamat itu tidak langsung, tapi dicicil dengan deforestasi, tambang, buang sampah sembarangan, konservasi lahan pertanian ke non pertanian."
Jujur saja Sobat Buku, Minbuk hanya sanggup menahan napas, membayangkan bagaimana manusia benarlah di saat ini tengah mencengkeram Bumi, serupa yang Kak Jade ungkapkan ketika melirik sampul buku Melawan Nafsu Merusak Bumi ini. Ngomong-ngomong, kamu tertarik untuk ikut membaca buku ini juga, Sobat Buku?
Sepertinya itu Konversi, bukan konservasi. Terimakasih
BalasHapus