Rabu, 03 Januari 2024

Review Buku "Matinya Ranjang Nomor 12": Kisah Inspiratif Negara Berkonflik

Buku Berjalan Indonesia kembali menghadirkan bicara buku pada senin, 25 Desember 2023. Dengan pembicara Kak @Cista, obrolan tersebut berpusat pada buku "Matinya Ranjang Nomor 12" karya Ghassan Kanafani.

Sekilas mengenai *blurb* buku ini:

Matinya Ranjang Nomor 12 diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Muasomah, dari naskah “12 موت سرير رقم” yang terbit pada 1961. Buku ini merupakan kumpulan cerita yang menjadi karya debut Ghassan Kanafani sebelum ia dikenal sebagai salah satu penulis terpenting di Timur Tengah melalui puluhan karya-karyanya yang lain. Tujuh belas judul cerita di dalam buku ini secara umum dapat dipahami sebagai kegelisahan awal penulis atas takdir hidupnya sebagai bagian dari bangsa Palestina yang terjajah dan terusir. Kematian menjadi tema yang begitu dominan pada sekumpulan cerita yang ia tulis, di samping tema kegetiran nasib dan garis hidup yang mengerikan, Ghassan Kanafani juga menceritakan bagaimana rumitnya kehidupan percintaan dari rakyat yang negaranya tengah berkonflik.



Dari blurb-nya tersebut, ada yang sudah bisa mengetahui hal utama yang dibahas dalam buku ini? Sama seperti judulnya, kematian menjadi topik utama dalam buku ini–kematian yang dengan ‘mudah’ digambarkan penulis dan bagaimana kita masih bisa melanjutkan hidup di tengah kematian pihak lain.

Salah satu cerpen yang membekas dan membuat kak Cista berpikir ulang kalau mau berbicara tentang kematian, yaitu cerpen dengan judul “Matinya Ranjang Nomor 12”. Cerita pendek ini menceritakan tentang Muhammad Ali Akbar yang bahkan di ambang kematiannya hanya mau dipanggil dengan menggunakan nama lengkapnya. Menurut kak Cista, cerita ini menggambarkan bagaimana penulis menggambarkan kematian dengan serius dan bagaimana seseorang melindungi harta terakhir yang melekat dalam dirinya, nama, setelah segalanya direbut paksa. Selain itu, cerita ini juga dapat ditafsirkan sebagai sebuah satire bagi pihak yang menciptakan narasi mereka sendiri terhadap jalan hidup orang yang sudah tiada.

Salah satu hal menarik bagi pembicara adalah passion yang dimiliki penulis dalam memperjuangkan hak hidup dari masyarakat negaranya. Kak Cista juga terpesona dengan cara penulis mengemas pesan dan pikiran tersebut dalam sebuah cerita pendek yang sangat menyentuh dan menusuk hati pembacanya. Sastra karangan Ghassan Kanafani secara umum berakar pada kedalaman budaya Arab dan Palestina yang pada tahap selanjutnya turut memengaruhi penyebaran kesadaran dunia Arab dan internasional tentang perjuangan bangsa Palestina.

Kenyataan bahwa beliau adalah salah satu anggota Front Pembela Palestina kemudian membuat suaranya semakin didengar oleh banyak orang, memperluas circle of influence beliau dan membuat beliau menjadi salah satu penulis terpenting di Timur Tengah. Kisah hidup beliau berakhir dengan pembantaian, namun pesan yang ingin ia sampaikan tentang penjajahan dan perampasan hak hidup orang lain menjadi kisah yang hidup selamanya dalam buku-bukunya.

Poin yang menjadikan buku ini insightful juga adalah karena banyaknya perspektif mengenai kehidupan dan kematian yang diambil untuk menceritakan kegelisahan penulis atas takdir hidupnya sebagai bagian dari bangsa Palestina yang terjajah & terusir. Ada yang menceritakan dari perspektif seseorang yang baru saja mengalami tragedi cinta sampai rakyat biasa yang hidupnya terkena imbas perang.

Contohnya, cerita “Kue di Atas Trotoar” yang menitik-beratkan dampak perang terhadap fungsi keluarga, terutama bagaimana anak-anak menyaksikan kekejaman secara langsung & harus mengemban tanggung jawab untuk melindungi dirinya, keluarganya, serta menanggung beban untuk menafkahi keluarganya–karena ayahnya terpaksa berjuang di medan perang.

Kekurangan dari buku ini, mungkin untuk teman-teman yang jarang atau malah baru pertama kali membaca sastra klasik seperti karya Ghassan Kanafani ini, mungkin akan kesulitan untuk memahami keseluruhan jalan cerita. Namun menurut kak Cista, setiap cerita memang harus dibaca secara perlahan dan diresapi, jadi harus meluangkan waktu lebih banyak untuk menyelesaikan buku ini.

Secara keseluruhan, semua cerpen dalam buku ini sangat berkesan bagi kak Cista dan memperluas pengertian mengenai konflik warga lokal di Palestina. Sebagai penulis sastra Arab yang pertama kali dibaca, Ghassan Kanafani memiliki gaya penulisan yang mampu menyihir pembacanya untuk membayangkan keadaan tokoh di dalamnya. Banyak pelajaran dalam hidup, bahkan sekecil bercanda tentang kematian, dalam buku ini dapat kita jadikan sebagai bahan refleksi diri. Benar-benar 17 cerpen yang menaik-turunkan emosi dan menyentuh.



Pertanyaan:
1) kita bisa akses buku ini dimana kak? Cetak atau digital? Kalo digital dimana?

2) Berdasarkan penuturan kak Cista, tema besar buku ini membahas pembantaian yang terjadi di Palestina, secara umum kalo dari muatan cerita, sastra klasik ini ad muatan adegan sadisme ngga ya?


Jawaban
1. Kebetulan buku terjemahannya baru bisa diakses melalui physical aja. Bisa diorder lewat instagram atau shopee: intensifbooks
2. Kalau adegan sadisme seperti itu di beberapa cerita dijabarkan jelas, tapi kebanyakan sih pakai analogi gitu

Pertanyaan
Buku ini kan bercerita tentang Palestina dan perampasan hak hidup di dalamnya, buku ini masih masuk ke dalam kategori buku fiksi kah? Tidak ada based on kejadian nyata di dalamnya?


Jawaban
Kalau menurut kak Cista ini masuk ke fiksi. Karena kejadian dalam cerpennya ngga benar-benar terjadi, tapi pesan yang ingin disampaikan disesuaikan dengan apa yang penulis lihat dari sekitar beliau

Pertanyaan
Menurut Kak Cista, dari segi cara menerjemahkan isi bukunya, bagaimana? Dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia, apakah ada masalah? Apakah mengurangi feel yang terkandung dari cerita tersebut?


Jawaban
Kalau menurutku sih dari translate sedikit kaku, tapi mungkin karena buku ini adalah sastra klasik jadi memang pembahasaannya begitu sih.

Lalu untuk dari segi pesan dalam buku ini juga ga jadi berkurang feelnya karena terjemahannya. My tips: Just take your time to read this

Pertanyaan
Untuk pembaca yang mungkin sebelum nya belum pernah baca bacaan Sastra seperti ini, apakah ada tips nya? untuk nantinya bisa tetap menikmati dan menyerap pesan dalam membaca buku ini?


Jawaban
Kalau tips dari aku mungkin bisa spare lebih banyak waktu untuk baca seluruh ceritanya dan yg terpenting — take notes

Jadi nanti notes-nya bisa dipakai buat diskusi dengan teman-teman yang sudah baca bukunya atau yang concern issue-nya sama dengan topik buku yg kita baca.

Pertanyaan
Terkait take notes, izin buat bertanya lagi ya kak, adakah tips notes yang ga boros kata? jadi bener-bener nyatet poin2 insight-nya gitu, kadang cuman mengandalkan Highlight dan sering pemborosan kata kalo notes, kesannya jadi ga merangkum poin pentingnya

Jawaban
Kalau aku biasanya highlight di dialog yang jadi klimaks cerita atau kalimat yang kelihatannya mengarah ke pesan cerita gitu sih, kak. Kalaupun panjang biasanya kalau dibaca terus bisa nemu kata yang paling penting. Terus biasanya aku tulis dulu pendapatku tentang arti kalimat tsb, nanti setelah cari2 review lain atau diskusi dengan pembaca buku lagi bisa ditambahkan insight dari mereka juga.

Caraku begitu sih, tapi balik lagi cara ternyaman itu beda-beda tiap orangnya. 

Kontributor: Yuyun Maulidah
Editor : Yuyun Maulidah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bicara Buku bareng FBB: Sebuah Seni untuk Damai dan Bahagia di Hati karya Made Suwenten dan Indra Dewanto.

Buku Berjalan Indonesia kembali mengajak anggotanya untuk mendiskusikan bahan bacaan. Kali ini, kak Rahmah sebagai narasumber, memaparkan ul...